BPS—Badan Pusat Statistik—melaporkan kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin menyempit. Itu tampak pada indeks kesenjangan distribusi pengeluaran atau gini ratio September 2015 pada 0,40. Angka ini menurun 0,01 dibandingkan posisi Maret 2015 pada 0,41.
"Ini artinya terjadi perbaikan pemerataan pendapatan," ujar Kepala BPS Suryamin, Senin. (Kompas.com, 18/4/2016)
Data BPS mencatat, gini ratio Indonesia memburuk sejak 2008 (0,35), 2009 (0,37), 2010 (0,38), 2011 (0,41), 2012 (0,41), dan 2013 (0,413).
Suryamin mengatakan telah terjadi perubahan distribusi pengeluaran penduduk per kapita. Pada posisi September 2015, pengeluaran 40% penduduk terbawah sebesar 17,45% dari total pengeluaran. Persentase ini meningkat dari Maret 2015 sebesar 17,10% dari total pengeluaran.
Sementara 40% penduduk menengah menikmati 34,70% dari total pengeluaran, membaik 0,05 poin dari Maret 2015. Sementara distribusi pengeluaran kelompok 20% teratas turun dari 48,25% menjadi 47,84%.
BPS mencatat sejumlah faktor yang menurunkan kesenjangan distribusi pengeluaran si kaya dan si miskin. Antara lain, penaikan upah buruh pertanian, upah buruh bangunan, serta peningkatan jumlah pekerja bebas, baik pertanian maupun nonpertanian dari 11,9 juta orang pada Februari 2015 menjadi 12,5 juta orang pada Agustus 2015.
Berdasar data Susenas, kenaikan pengeluaran kelompok bawah lebih cepat dari kelompok atas periode Maret—September 2015. Kenaikan kelompok bawah, kata Suryamin, tidak lepas dari upaya pembangunan infrastrukrur padat karya, bantuan sosial di bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan, serta perbaikan pendapatan PNS golongan bawah.
Terakhir, terjadi migrasi penduduk desa ke kota yang menyebabkan makin tingginya upah yang diterima buruh kasar. Indikasi ini, ujar dia, berdasarkan proyeksi kenaikan persentase penduduk perkotaan, dari 52,55% pada Maret menjadi 53,19% September 2015. Penurunan ketimpangan pada gini ratio 0,01 itu jelas kecil sekali. Namun, sebagai isyarat bahwa kebijakan pemerintah telah berada di atas jalur yang benar, amat penting artinya.
Dengan demikian, pemerintah diyakinkan untuk terus meningkatkan segala bentuk program yang berorientasi ke masyarakat bawah, terutama peningkatan nilai bantuan dalam Program Keluarga Harapan (PKH). Sebab, program tersebut selain benar-benar dinikmati mereka yang amat membutuhkan, juga telak meningkatkan angka distribusi pengeluaran kelompok masyarakat terbawah. ***
Data BPS mencatat, gini ratio Indonesia memburuk sejak 2008 (0,35), 2009 (0,37), 2010 (0,38), 2011 (0,41), 2012 (0,41), dan 2013 (0,413).
Suryamin mengatakan telah terjadi perubahan distribusi pengeluaran penduduk per kapita. Pada posisi September 2015, pengeluaran 40% penduduk terbawah sebesar 17,45% dari total pengeluaran. Persentase ini meningkat dari Maret 2015 sebesar 17,10% dari total pengeluaran.
Sementara 40% penduduk menengah menikmati 34,70% dari total pengeluaran, membaik 0,05 poin dari Maret 2015. Sementara distribusi pengeluaran kelompok 20% teratas turun dari 48,25% menjadi 47,84%.
BPS mencatat sejumlah faktor yang menurunkan kesenjangan distribusi pengeluaran si kaya dan si miskin. Antara lain, penaikan upah buruh pertanian, upah buruh bangunan, serta peningkatan jumlah pekerja bebas, baik pertanian maupun nonpertanian dari 11,9 juta orang pada Februari 2015 menjadi 12,5 juta orang pada Agustus 2015.
Berdasar data Susenas, kenaikan pengeluaran kelompok bawah lebih cepat dari kelompok atas periode Maret—September 2015. Kenaikan kelompok bawah, kata Suryamin, tidak lepas dari upaya pembangunan infrastrukrur padat karya, bantuan sosial di bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan, serta perbaikan pendapatan PNS golongan bawah.
Terakhir, terjadi migrasi penduduk desa ke kota yang menyebabkan makin tingginya upah yang diterima buruh kasar. Indikasi ini, ujar dia, berdasarkan proyeksi kenaikan persentase penduduk perkotaan, dari 52,55% pada Maret menjadi 53,19% September 2015. Penurunan ketimpangan pada gini ratio 0,01 itu jelas kecil sekali. Namun, sebagai isyarat bahwa kebijakan pemerintah telah berada di atas jalur yang benar, amat penting artinya.
Dengan demikian, pemerintah diyakinkan untuk terus meningkatkan segala bentuk program yang berorientasi ke masyarakat bawah, terutama peningkatan nilai bantuan dalam Program Keluarga Harapan (PKH). Sebab, program tersebut selain benar-benar dinikmati mereka yang amat membutuhkan, juga telak meningkatkan angka distribusi pengeluaran kelompok masyarakat terbawah. ***
0 komentar:
Posting Komentar