Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Patroli Culik, Bukan Basmi Teroris!

SEPULUH WNI yang disandera sejak 26 Maret 2016 belum dibebaskan, dua pembajakan lagi menculik warga Malaysia dan WNI dilakukan kelompok Abu Sayyaf di perbatasan Filipina Selatan. Untuk keamanan kawasan laut itu selanjutnya, pasukan Indonesia, Filipina, dan Malaysia akan patroli bersama.

Rencana itu dikatakan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantio. Nantinya TNI mengawal wilayah dari perbatasan sampai zona ekonomi eksklusif. Setelah masuk wilayah Filipina menjadi tanggung jawab Filipina, begitu pula setelah masuk wilayah Malaysia. Tetapi jika terjadi sesuatu di wilayah Filipina atau Malaysia, akan dilakukan koordinasi siapa yang tercepat sampai lokasi, ujarnya, Minggu (17/4/2016). (Metrotvnews, 17/42016) 

Terkesan, prioritas patroli bersama untuk menjaga kapal niaga dari perompak yang menculik awaknya untuk mendapatkan tebusan. Jadi bukan untuk mengatasi pokok masalahnya, membasmi teroris. Ini senada ucapan Menko Polhukam Luhut Panjaitan pada Minggu (Metrotv, 17/4/2016), motif penculikan awak kapal Indonesia itu lebih bersifat ekonomi, bukan politik. 

Membuat kesan pemerintah Indonesia tak ada masalah dengan kelompok Abu Sayyaf bisa dipahami, sejauh demi keselamatan jiwa WNI yang disandera. Juga bisa dipahami patroli hanya sampai perbatasan laut negara sahabat, untuk menghormati kedaulatannya. Sehingga, militer Indonesia juga menahan diri tidak masuk Filipina membebaskan WNI yang disandera. Semua diserahkan kepada Filipina. 

Sikap sedemikian tentu amat menguntungkan Abu Sayyaf. Sebab, dengan begitu Abu Sayyaf yang sejak 2001 dilabeli AS sebagai kelompok teroris jaringan Al Qaeda, jadi nyaman di tempatnya gerilya sejak 1989 nyempal dari Moro Islamic Liberation Front (MILF), tak tertumpas tuntas militer Filipina. 

Mulanya Moro Nasional Liberation Front (MNLF) 1970 didirikan Nur Misuari, alumnus University of Philippines kelahiran Maret 1939. Lalu, pada 1978 Syaikh Salamat Hasyim, intelektual dari Al Azhar Kairo kelahiran Mindanao Juli 1942, menilai MNLF terlalu moderat, mendirikan MILF. Pada 1989, 300-an pejuang MILF yang baru kembali dari Afghanistan membantu Mujahidin melawan Soviet, keradikalannya tak terwadahi MILF, dipimpin Abdulrajak Janjalani, putra ulama di Basilan, lulusan Universitas di Arab Saudi, juga khatam hukum Islam di Ummul Quro, Mekah, mendirikan gerakan Abu Sayyaf, yang berarti sang pengayun pedang! 

Para teroris jebolan Afghanistan itulah yang diuntungkan sikap Indonesia seolah tak punya masalah dengan Abu Sayyaf. ***

0 komentar: