PENERBITAN sukuk global di Timur Tengah, Malaysia, Indonesia, Turki, Singapura, dan Pakistan pada kuartal I 2016 mencapai 11,1 miliar dolar AS, atau mencapai 39,3% dari total obligasi yang diterbitkan negera-negara tersebut pada periode sama.
Lembaga pemeringkat Fitch Ratings mencatat, capaian kuartal I 2016 itu merupakan rekor dalam kurun 8 tahun terakhir. Capaian itu tumbuh 22% dibanding dengan kuartal IV 2015, atau tumbuh 21% dibanding dengan periode sama tahun lalu. Sementara total penerbitan nonsukuk di negara-negara tersebut mencapai 17,1 miliar dolar AS, turun 23% secara kuartalan dan 45% year on year. (Kompas.com, 25/1/2016)
Pencapaian rekor pada kuartal I 2016 itu, menurut Firch Ratings, didorong oleh sovereign dan supranasional, termasuk 2,5 miliar dolar AS oleh Pemerintah Indonesia dan 1,5 miliar dolar AS oleh Bank Pembangunan Islam. Proporsi tertinggi itu sebagai puncak dari proporsi penerbitan sukuk dalam 5 dari 6 kuartal terakhir yang berada di atas rata-rata sejak 2009.
Sukuk itu obligasi syariah. Sedang obligasi, surat utang yang dibuat negara, bank, atau korporasi. Berarti, semakin besar jumlah sukuk diterbitkan, kian besar pula utang yang digali. Dan kalau rekor utang dicapai berkat sukuk yang diterbitkan pemerintah Indonesia, utang Indonesia juga mencatat rekor.
Rekor utang pemerintah Indonesia itu bisa dibandingkan dengan masa lima kuartal pemerintahan Jokowi-JK yang menggeber pembangunan infrastruktur di segala dimensi, padahal kondisi perekonomian di bawah tekanan pelemahan global, penerimaan pajak tidak mencapai target, harga komoditas turun drastis—termasuk harga minyak bumi yang merupakan andalan penerimaan negara dengan produksi 860 ribu barel per hari.
Meski, porsi sukuk masih kecil dalam skema utang pemerintah dibanding obligasi Surat Berharga Negara (SBN) atau Surat Utang Negara (SUN), serta utang-utang terkait kerja sama bilateral dan multirateral. Karena itu, peluang sukuk yang bebas riba sebagai sumber pendanaan pembangunan nasional masih terbuka. Fitch Ratings memprediksi penerbitan sukuk masih dalam tren penguatan, terutama untuk menutupi penerimaan dari minyak yang lemah.
Namun, ngebut mengutang karena sumbernya menganga juga kurang baik. Lebih lagi kalau penggunaannya tidak optimal, seperti pemanfaatan APBN di daerah—DPRD Jabar beli 4 Prado dan 96 Fortuner, tingkat pengembalian dari hasil utangan nantinya tidak sebanding. Generasi mendatang bisa bangkrut memikul utang seperti Yunani. ***
Pencapaian rekor pada kuartal I 2016 itu, menurut Firch Ratings, didorong oleh sovereign dan supranasional, termasuk 2,5 miliar dolar AS oleh Pemerintah Indonesia dan 1,5 miliar dolar AS oleh Bank Pembangunan Islam. Proporsi tertinggi itu sebagai puncak dari proporsi penerbitan sukuk dalam 5 dari 6 kuartal terakhir yang berada di atas rata-rata sejak 2009.
Sukuk itu obligasi syariah. Sedang obligasi, surat utang yang dibuat negara, bank, atau korporasi. Berarti, semakin besar jumlah sukuk diterbitkan, kian besar pula utang yang digali. Dan kalau rekor utang dicapai berkat sukuk yang diterbitkan pemerintah Indonesia, utang Indonesia juga mencatat rekor.
Rekor utang pemerintah Indonesia itu bisa dibandingkan dengan masa lima kuartal pemerintahan Jokowi-JK yang menggeber pembangunan infrastruktur di segala dimensi, padahal kondisi perekonomian di bawah tekanan pelemahan global, penerimaan pajak tidak mencapai target, harga komoditas turun drastis—termasuk harga minyak bumi yang merupakan andalan penerimaan negara dengan produksi 860 ribu barel per hari.
Meski, porsi sukuk masih kecil dalam skema utang pemerintah dibanding obligasi Surat Berharga Negara (SBN) atau Surat Utang Negara (SUN), serta utang-utang terkait kerja sama bilateral dan multirateral. Karena itu, peluang sukuk yang bebas riba sebagai sumber pendanaan pembangunan nasional masih terbuka. Fitch Ratings memprediksi penerbitan sukuk masih dalam tren penguatan, terutama untuk menutupi penerimaan dari minyak yang lemah.
Namun, ngebut mengutang karena sumbernya menganga juga kurang baik. Lebih lagi kalau penggunaannya tidak optimal, seperti pemanfaatan APBN di daerah—DPRD Jabar beli 4 Prado dan 96 Fortuner, tingkat pengembalian dari hasil utangan nantinya tidak sebanding. Generasi mendatang bisa bangkrut memikul utang seperti Yunani. ***
0 komentar:
Posting Komentar