Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

JK Minta Susi Evaluasi Kebijakan!

WAPRES Jusuf Kalla (JK) pekan lalu mengirim surat ke Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. JK meminta Susi mengevaluasi berbagai kebijakannya karena telah membuat angka kemiskinan dan pengangguran di sejumlah daerah meningkat.

Pekan lalu pula, kata Jubir Wapres, Husain Abdullah, JK bertemu Presiden Jokowi dan Susi terkait persoalan itu. Kata Jokowi, ia sudah minta Susi mengevaluasi berbagai kebijakan di sektor kelautan dan perikanan. (Kompas.com, 29/3/2016) 

Namun, Susi menegaskan semua yang ia lakukan, moratorium kapal eks asing, larangan transhipment, dan pengaturan sertifikasi kapal, sudah dapat restu Presiden Jokowi. "Semua pekerjaan saya pasti selalu diskusi dengan Pak Presiden," tegas Susi. 

Surat Wapres menyebut kebijakan moratorium, larangan transhipment, dan pengaturan sertifikat kapal telah mengakibatkan ribuan kapal nelayan besar, baik eks asing maupun milik nasional, tidak bisa menangkap ikan. Akibatnya, hasil produksi dan ekspor ikan sangat menurun. 

Terjadi pengangguran pekerja kapal, pabrik pengolahan, dan cold storage. Di Ambon, produksi hanya 30% dari kapasitas. Di Bitung, produksi Januari—Februari 2016 hanya 7% dari kapasitas terpasang. Bahkan di Tual, produksi berhenti sama sekali. 

Seiring itu, ekspor turun drastis. Nilai ekspor ikan dan udang di Maluku turun dari 90,10 juta dolar AS pada 2014, jadi 3,75 juta dolar AS pada 2015. 

Lebih terpukul, nelayan kecil silih berganti ke Komisi IV DPR. Nelayan Cilincing, Jakarta, menyoal larangan alat tangkap cantrang yang sudah digunakan sejak dahulu kala. (Lampost.co, 18/9/2015) 

"Kami dilarang pakai cantrang karena merusak biota laut. Padahal kalau terkena karang, jaring kami yang rusak," keluh Iway, jubir nelayan Cilincing. 


Anggota Komisi IV DPR, Daniel Johan, menyatakan berdasar data di komisinya, "Setidaknya ada 637 ribu nelayan yang menganggur karena aturan itu." 

Kepada 30 asosiasi nelayan dari se-Indonesia yang ke Komisi IV pada 25 Februari 2016, Daniel mengatakan Norwegia dan Australia membolehkan penggunaan cantrang. Selain itu, nelayan budi daya juga mengeluh kehilangan pasar akibat larangan kapal asing pengangkut ikan masuk ke Indonesia. 

Menurut Bupati Natuna Hamid Rizal, sebagian besar pembeli ikan hasil budi daya berasal dari Hong Kong dan Tiongkok. Dengan kebijakan ini kredit macet nelayan budi daya meningkat. (Kompas.com, 28/3/2016) 

Kalau semua pihak dari segala penjuru Tanah Air jadi menderita, untuk siapa aturan-aturan itu sebenarnya dibuat? ***

0 komentar: