HARI ini, 8 April 2016, ditetapkan kelompok teroris Abu Sayyaf penyandera 10 WNI di Filipina sebagai batas akhir pembayaran tebusan untuk membebaskan sandera. Berita tentang kondisi para sandera dan negosiasi pembebasannya minim sekali yang didapat masyarakat. Semoga, saat tulisan ini terbit semua sandera telah bebas dengan selamat.
Terakhir, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi setelah menemui Presiden Filipina Benigno Aquino III, Menlu Jose Almendras, dan Panglima Angkatan Bersenjatanya Jenderal Gregorio Pio Catapang Jr, menyatakan Pemerintah Filipina berkomitmen kuat melakukan usaha terbaik untuk membebaskan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Mindanao, Filipina. (Kompas, 6/4/2016)
Artinya, tindakan pembebasan para sandera dilakukan oleh Filipina, bukan minta izin untuk dilakukan oleh TNI seperti pembebasan sandera dari pesawat Woyla di Bangkok.
Di Jakarta, Menko Polhukam Luhut Pandjaitan mengatakan pemerintah menilai pembayaran tebusan kepada penyandera sebagai salah satu strategi terbaik untuk membebaskan sandera. Pembayaran tebusan yang diminta penyandera sebesar 50 juta peso atau setara Rp14,3 miliar itu, menurut Luhut, dilakukan perusahaan pemilik kapal tunda Brahma 12 yang awaknya disandera.
"Kita tunggu dan lihat perkembangan dulu karena rencana pembayaran tebusan itu adalah hasil komunikasi langsung antara perusahaan dan penyandera. Kita lihat perkembangannya, mungkin hari-hari ini kita akan bisa lihat perkembangan terakhir," ujar Luhut. Menurut dia, pemerintah akan tetap memantau dengan cermat setiap perkembangan dalam upaya pembebasan sandera.
Kapal tunda Brahma 12 dan tongkang Anand 12 yang ditariknya bermuatan 7.000 metrik ton batu bara yang 10 anak buah kapal (ABK)-nya disandera itu milik PT Patria Maritim Lines, dalam perjalanan dari Kalimantan Selatan menuju Filipina. Pada 27 Maret 2016, kantor perusahaan ini menelepon keluarga ABK, salah satunya Aidil, ayah ABK Wendi Rakhadian, yang tinggal di Padang, Sumatera Barat, memberi tahu penyanderaan terhadap kapal dan anaknya.
Menlu Retno, Selasa (5/4/2016), mengabarkan kapal Brahma 12 yang ABK-nya disandera bersama tongkang dan muatannya ditemukan dalam keadaaan utuh di perairan Malaysia. Oleh otoritas Malaysia, kapal ditarik ke Pelabuhan Lahat, Fordesko, untuk diuji forensik 7—10 hari.
Kapalnya sudah diselamatkan Malaysia dalam kondisi baik. Tinggal nasib 10 orang ABK-nya, menguji kebolehan pemerintah menangani penyanderaan oleh kelompok teroris. ***
Artinya, tindakan pembebasan para sandera dilakukan oleh Filipina, bukan minta izin untuk dilakukan oleh TNI seperti pembebasan sandera dari pesawat Woyla di Bangkok.
Di Jakarta, Menko Polhukam Luhut Pandjaitan mengatakan pemerintah menilai pembayaran tebusan kepada penyandera sebagai salah satu strategi terbaik untuk membebaskan sandera. Pembayaran tebusan yang diminta penyandera sebesar 50 juta peso atau setara Rp14,3 miliar itu, menurut Luhut, dilakukan perusahaan pemilik kapal tunda Brahma 12 yang awaknya disandera.
"Kita tunggu dan lihat perkembangan dulu karena rencana pembayaran tebusan itu adalah hasil komunikasi langsung antara perusahaan dan penyandera. Kita lihat perkembangannya, mungkin hari-hari ini kita akan bisa lihat perkembangan terakhir," ujar Luhut. Menurut dia, pemerintah akan tetap memantau dengan cermat setiap perkembangan dalam upaya pembebasan sandera.
Kapal tunda Brahma 12 dan tongkang Anand 12 yang ditariknya bermuatan 7.000 metrik ton batu bara yang 10 anak buah kapal (ABK)-nya disandera itu milik PT Patria Maritim Lines, dalam perjalanan dari Kalimantan Selatan menuju Filipina. Pada 27 Maret 2016, kantor perusahaan ini menelepon keluarga ABK, salah satunya Aidil, ayah ABK Wendi Rakhadian, yang tinggal di Padang, Sumatera Barat, memberi tahu penyanderaan terhadap kapal dan anaknya.
Menlu Retno, Selasa (5/4/2016), mengabarkan kapal Brahma 12 yang ABK-nya disandera bersama tongkang dan muatannya ditemukan dalam keadaaan utuh di perairan Malaysia. Oleh otoritas Malaysia, kapal ditarik ke Pelabuhan Lahat, Fordesko, untuk diuji forensik 7—10 hari.
Kapalnya sudah diselamatkan Malaysia dalam kondisi baik. Tinggal nasib 10 orang ABK-nya, menguji kebolehan pemerintah menangani penyanderaan oleh kelompok teroris. ***
0 komentar:
Posting Komentar