TAX amnesty—pengampunan pajak—yang sedang dibuat undang-undangnya di DPR, jelas suatu pelunakan sanksi hukum terhadap orang yang mengingkari kewajibannya untuk membayar pajak dengan menyelundupkan uang atau kekayaannya ke luar negeri.
Pengingkaran atau pengemplangan pajak itu merupakan tindak pidana sehingga orang yang menunggak pembayaran pajak bisa disandera, dijebloskan ke penjara sampai melunasi tunggakan pajaknya. Namun, dengan tax amnesty, pengemplang pajak yang melarikan hartanya ke luar negeri itu dimaafkan (diampuni) asalkan—setelah ada UU-nya—melaporkan kekayaan yang dia sembunyikan dan melunasi kewajiban pajak atas harta tersebut.
Di negara maju, pengingkaran pajak tergolong pidana serius, sesuai dengan sanksi hukumnya yang berat. Dengan pengampunan terhadap kejahatan kelas berat itu asal mengakui dan membayar pajaknya, cenderung memberi keistimewaan kepada orang kaya. Sebaliknya, diskriminatif terhadap rakyat jelata, seperti ketika nenek Sinem tertangkap mencuri dua butir buah kakao yang tetap diproses pidana, atau seorang maling ayam yang bisa dipukuli massa sampai mati meski telah mengakui perbuatannya.
Tak ayal lagi, tax amnesty menjadi justifikasi atau pembenaran terhadap pengingkaran pajak, tindak pidana serius itu, demi uang pembayar pajaknya. Celakanya, hal ini bisa membuat masyarakat jadi permisif (menilai sebagai hal yang biasa saja) tindak pidana serius pengingkaran pajak itu. Kesan demikian terasa saat bocornya Panama Papers, masyarakat tidak menilai serius kejahatan orang-orang yang menyembunyikan hartanya di luar negeri untuk mengingkari pajaknya itu, tapi sekadar dianggap kebetulan saja dengan pembahasan RUU tax amnesty. Tak ada gelora protes dan celaan memadai kepada para aktor Panama Papers asal Indonesia.
Kepermisifan masyarakat itu meng-up grade keburukan moralitas jahat pengingkaran pajak justru menjadi “pahlawan” yang membawa peluang mendapatkan tambahan pendapatan pajak. Moralitas mata duitan, tidak mempermasalahkan moralitas orang yang melakukan kejahatan serius (pengingkaran pajak) demi mendapatkan uang. Tanpa peduli harta tersebut sebelumnya merupakan hasil menggarong kekayaan negara, baik lewat korupsi maupun kejahatan merusak alam, illegal logging dan sejenisnya. Bukan mustahil UU tax amnesty berlandaskan prinsip Robin Hood, melegalisasi hasil rampokan dan jarahan.
Menjadikan Robin Hood, para perampok kekayaan negara, pahlawan pembayar pajak! ***
Di negara maju, pengingkaran pajak tergolong pidana serius, sesuai dengan sanksi hukumnya yang berat. Dengan pengampunan terhadap kejahatan kelas berat itu asal mengakui dan membayar pajaknya, cenderung memberi keistimewaan kepada orang kaya. Sebaliknya, diskriminatif terhadap rakyat jelata, seperti ketika nenek Sinem tertangkap mencuri dua butir buah kakao yang tetap diproses pidana, atau seorang maling ayam yang bisa dipukuli massa sampai mati meski telah mengakui perbuatannya.
Tak ayal lagi, tax amnesty menjadi justifikasi atau pembenaran terhadap pengingkaran pajak, tindak pidana serius itu, demi uang pembayar pajaknya. Celakanya, hal ini bisa membuat masyarakat jadi permisif (menilai sebagai hal yang biasa saja) tindak pidana serius pengingkaran pajak itu. Kesan demikian terasa saat bocornya Panama Papers, masyarakat tidak menilai serius kejahatan orang-orang yang menyembunyikan hartanya di luar negeri untuk mengingkari pajaknya itu, tapi sekadar dianggap kebetulan saja dengan pembahasan RUU tax amnesty. Tak ada gelora protes dan celaan memadai kepada para aktor Panama Papers asal Indonesia.
Kepermisifan masyarakat itu meng-up grade keburukan moralitas jahat pengingkaran pajak justru menjadi “pahlawan” yang membawa peluang mendapatkan tambahan pendapatan pajak. Moralitas mata duitan, tidak mempermasalahkan moralitas orang yang melakukan kejahatan serius (pengingkaran pajak) demi mendapatkan uang. Tanpa peduli harta tersebut sebelumnya merupakan hasil menggarong kekayaan negara, baik lewat korupsi maupun kejahatan merusak alam, illegal logging dan sejenisnya. Bukan mustahil UU tax amnesty berlandaskan prinsip Robin Hood, melegalisasi hasil rampokan dan jarahan.
Menjadikan Robin Hood, para perampok kekayaan negara, pahlawan pembayar pajak! ***
0 komentar:
Posting Komentar