SETELAH Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memvonis 32 feedloter (perusahaan penggemukan sapi) bersalah melakukan praktik kartel harga daging sapi, harga daging sapi harus diturunkan dari Rp100 ribu/kg sekarang ke tingkat yang wajar, setara harga daging di pasar internasional 5 dolar AS per kg.
Sebelum harga daging sapi melonjak ke Rp 100 ribu/kg pada 2013, harganya di pasar dalam negeri Rp40 ribu—Rp50 ribu/kg, atau setara 5 dolar AS waktu itu. Lonjakan harga terjadi saat itu akibat pemerintah membatasi impor sapi bakalan 50%, karena berdasar data statistik yang valid, dengan pembatasan itu jumlah sapi lokal cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Maka, di televisi pun intens iklan pencanangan swasembada daging sapi lokal. Ternyata bukan salah data statistik, melainkan kultur petani tidak menjual sapi kapan saja. Petani menjual sapi jantan pada saat tertentu saja, seperti mau mantu, membayar biaya sekolah anak, atau membangun rumah.
Akibatnya, stok sapi lokal yang diprioritaskan untuk dipotong itu menipis. Dengan stok sapi eks impor di penggemukan juga dibatasi, pasar jadi kekurangan pasokan. Sapi indukan pun dipotong. Harga daging sapi jadi melambung dua kali lipat, di kisaran Rp100 ribu/kg.
Krisis pasokan daging sapi itu menjadi peluang memenuhinya secara instan lewat impor daging beku. Kuota impor daging beku pun diperebutkan, jadi ajang permainan kekuasaan. Sehingga, saat itu, seorang politikus terjerat kasus korupsi pendistribusian kuota impor daging sapi.
Krisis pasokan itu kemudian berhasil diatasi dengan membuka kembali kran impor sapi bakalan sesuai kebutuhan pasar. Namun, dengan pasokan yang sudah seimbang dengan kebutuhan, harganya tak kunjung normal kembali ke setara harga daging di pasar internasional. Rupanya, harga bertahan mahal itu, dibuktikan oleh KPPU karena kalangan feedloter melakukan praktik kartel.
Tentu tidak cukup hanya sampai di situ. Pemerintah yang telah memicu kenaikan harga daging sapi dengan iklan swasembada sapi lokal itu harus bisa mengembalikan harga daging sapi ke level wajar. Dan itu dengan mengembalikan dasar penentuan harga pada harga timbang hidup, yang kini di kisaran Rp35 ribu—Rp40 ribu/kg.
Rakyat butuh daging sapi dengan harga wajar. Mahalnya daging sapi mengatrol naik harga ayam potong dari semula Rp17.500/kg, kini jadi sekitar Rp35 ribu/kg. Kekeliruan pemerintah sekali waktu, akibatnya mencekik rakyat berkepanjangan hingga sekarang! ***
Sebelum harga daging sapi melonjak ke Rp 100 ribu/kg pada 2013, harganya di pasar dalam negeri Rp40 ribu—Rp50 ribu/kg, atau setara 5 dolar AS waktu itu. Lonjakan harga terjadi saat itu akibat pemerintah membatasi impor sapi bakalan 50%, karena berdasar data statistik yang valid, dengan pembatasan itu jumlah sapi lokal cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Maka, di televisi pun intens iklan pencanangan swasembada daging sapi lokal. Ternyata bukan salah data statistik, melainkan kultur petani tidak menjual sapi kapan saja. Petani menjual sapi jantan pada saat tertentu saja, seperti mau mantu, membayar biaya sekolah anak, atau membangun rumah.
Akibatnya, stok sapi lokal yang diprioritaskan untuk dipotong itu menipis. Dengan stok sapi eks impor di penggemukan juga dibatasi, pasar jadi kekurangan pasokan. Sapi indukan pun dipotong. Harga daging sapi jadi melambung dua kali lipat, di kisaran Rp100 ribu/kg.
Krisis pasokan daging sapi itu menjadi peluang memenuhinya secara instan lewat impor daging beku. Kuota impor daging beku pun diperebutkan, jadi ajang permainan kekuasaan. Sehingga, saat itu, seorang politikus terjerat kasus korupsi pendistribusian kuota impor daging sapi.
Krisis pasokan itu kemudian berhasil diatasi dengan membuka kembali kran impor sapi bakalan sesuai kebutuhan pasar. Namun, dengan pasokan yang sudah seimbang dengan kebutuhan, harganya tak kunjung normal kembali ke setara harga daging di pasar internasional. Rupanya, harga bertahan mahal itu, dibuktikan oleh KPPU karena kalangan feedloter melakukan praktik kartel.
Tentu tidak cukup hanya sampai di situ. Pemerintah yang telah memicu kenaikan harga daging sapi dengan iklan swasembada sapi lokal itu harus bisa mengembalikan harga daging sapi ke level wajar. Dan itu dengan mengembalikan dasar penentuan harga pada harga timbang hidup, yang kini di kisaran Rp35 ribu—Rp40 ribu/kg.
Rakyat butuh daging sapi dengan harga wajar. Mahalnya daging sapi mengatrol naik harga ayam potong dari semula Rp17.500/kg, kini jadi sekitar Rp35 ribu/kg. Kekeliruan pemerintah sekali waktu, akibatnya mencekik rakyat berkepanjangan hingga sekarang! ***
0 komentar:
Posting Komentar