Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Saatnya, Tegakkan Pidana Perpajakan!

PUTUSAN praperadilan Pengadilan Negeri Semarang, Selasa (5/4/2016), yang menolak seluruhnya permohonan AMU, yang ditetapkan sebagai tersangka pidana perpajakan, menjadi momentum: saatnya menegakkan ketentuan pidana perpajakan atas orang-orang yang menyembunyikan uang atau hartanya di luar negeri untuk menghindari pajak di negaranya.

AMU, direktur CV MS, ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai tersangka tindak pidana perpajakan dengan sangkaan menyampaikan surat pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap. Pengadilan menyatakan surat panggilan tersangka atas AMU adalah sah menurut hukum. Nilai kerugian negara dalam tindak pidana yang disangkakan atas AMU sekitar Rp5,3 miliar. (Metrotvnews, 7/4/2016) 

Tindakan sejenis itulah yang dilakukan oleh individu dan perusahaan asal Indonesia yang menyembunyikan uang atau hartanya di luar negeri untuk menghindari pajak. Nama mereka masuk daftar Panama Papers atau offshore companies. Mereka selama ini telah membuat surat pemberitahuan pajak secara tidak benar, tidak memasukkan uang atau harta yang mereka sembunyikan di luar negeri. Sehingga, merujuk putusan praperadilan itu, mereka juga bisa menjadi tersangka pidana perpajakan. 

Artinya, sekalipun uang itu digunakan untuk kegiatan usaha legal, investasi dan sejenisnya, dengan tidak memasukkan itu ke dalam surat pemberitahuan pajaknya, seperti AMU, sudah bisa disangka melakukan tindak pidana perpajakan. Lazimnya kegiatan atau unit usaha di luar negeri dimasukkan pembukuan perusahaan induknya di dalam negeri, hingga perhitungan pajaknya clear

Apalagi sengaja menyembunyikannya di luar negeri, memakai jasa firma hukum sejenis Mossack Fonseca di Panama, atau membuat perusahaan bayangan untuk menutupinya, tindak pidana perpajakannya cukup telak. 

Semua pelanggaran perpajakan itu harus diproses pidana sampai divonis hakim dan berkekuatan hukum tetap. Hanya lewat vonis hakim itu bisa lebih diharapkan untuk menarik kembali kekayaan yang disembunyikan di luar negeri. Tanpa putusan hukum, hanya tax amnesty bersifat imbauan dengan iming-iming pengampunan, bargaining-nya kurang kuat buat memaksa orang-orang kuat (secara ekonomi dan politik) untuk membayar pajak harta karun yang disembunyikan. 

Logikanya, pengampunan itu diberikan kepada orang yang telah terbukti bersalah secara hukum. Belum terbukti bersalah secara hukum diharap minta pengampunan, siapa sudi? ***

0 komentar: