GEMPA bumi berkekuatan 6,4 skala Richter (SR) berakibat kerusakan masif seperti di Bantul, Yogyakarta, 2006, terjadi di Prefektur Kumamoto, Pulau Kyushu, Jepang, Kamis (14/4/2016) malam.
Gempa Bantul 2006 menewaskan lebih dari 5.000 jiwa, ribuan rumah ambruk. Di Jepang yang standar mayoritas bangunan “sadar gempa”, gempa 2016 ini menewaskan 9 orang, 761 orang luka, juga banyak bangunan runtuh sehingga lebih 44 ribu warga harus dievakuasi. (detiknews, 15/4/2016)
"Sejauh yang bisa kami kabarkan melalui citra inframerah dari helikopter polisi, sejumlah besar rumah warga hancur atau roboh sebagian. Ada kekhawatiran jumlah korban luka terus bertambah," kata Taro Kono, Menteri Urusan Bencana Jepang.
Kantor Prefektur (Gubernur) Kumamoto, seperti dilansir CNN, melaporkan sedikitnya 44.449 warga terpaksa dievakuasi untuk mengungsi di sekolah-sekolah dan pusat komunitas warga.
Lebih 3.000 tentara, polisi, dan petugas pemadam dikerahkan ke lokasi gempa. Sebagian besar korban tewas berasal dari Kota Mashiki yang berpenduduk 34 ribu jiwa. Kota ini dekat pusat gempa. Menurut laporan Badan Meteorologi Jepang, gempa 6,4 SR ini berpusat di koordinat 32,7 lintang utara dan 130,8 bujur timur, tepatnya 12 km arah selatan Kumamoto dengan kedalaman hiposenter 10 km.
Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, gempa Jepang itu tercatat pukul 22.03.47 WIB. Berdasar kedalaman hiposenternya, gempa Kumamoto ini jenis gempa bumi dangkal, yang memiliki karakteristik berpotensi menimbulkan kerusakan. Gempa Kumamoto diduga dipicu sesar aktif Futagawa. Perbesaran guncangan yang meningkatkan kerusakan juga dipicu oleh lunaknya tanah kawasan gempa.
Karakteristik gempanya mirip Bantul, Daryono mengingatkan semua kota di Indonesia yang berada di dataran sedimen tersusun material aluvium yang lokasinya dekat sesar aktif, potensi kerusakan akibat gempa amat besar. "Contohnya adalah gempa Bantul, Yogyakarta, tahun 2006, magnitudo gempa relatif kecil hanya 6,4 SR, tapi membunuh lebih dari 5.000 orang," ujarnya.
Peringatan Daryono layak disimak karena dengan karakteristik, skala, dan kerusakan akibat gempa yang relatif sama, di Jepang hanya 9 orang tewas, di Bantul lebih 5.000 orang. Pembedanya, kesadaran orang Jepang terhadap gempa lebih baik. Mayoritas mereka membangun rumah dengan material yang serbaringan, sekat kamar kertas, atap pelat ringan, runtuhan bangunan tidak mematikan. Itu hikmah yang layak dipetik. ***
"Sejauh yang bisa kami kabarkan melalui citra inframerah dari helikopter polisi, sejumlah besar rumah warga hancur atau roboh sebagian. Ada kekhawatiran jumlah korban luka terus bertambah," kata Taro Kono, Menteri Urusan Bencana Jepang.
Kantor Prefektur (Gubernur) Kumamoto, seperti dilansir CNN, melaporkan sedikitnya 44.449 warga terpaksa dievakuasi untuk mengungsi di sekolah-sekolah dan pusat komunitas warga.
Lebih 3.000 tentara, polisi, dan petugas pemadam dikerahkan ke lokasi gempa. Sebagian besar korban tewas berasal dari Kota Mashiki yang berpenduduk 34 ribu jiwa. Kota ini dekat pusat gempa. Menurut laporan Badan Meteorologi Jepang, gempa 6,4 SR ini berpusat di koordinat 32,7 lintang utara dan 130,8 bujur timur, tepatnya 12 km arah selatan Kumamoto dengan kedalaman hiposenter 10 km.
Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, gempa Jepang itu tercatat pukul 22.03.47 WIB. Berdasar kedalaman hiposenternya, gempa Kumamoto ini jenis gempa bumi dangkal, yang memiliki karakteristik berpotensi menimbulkan kerusakan. Gempa Kumamoto diduga dipicu sesar aktif Futagawa. Perbesaran guncangan yang meningkatkan kerusakan juga dipicu oleh lunaknya tanah kawasan gempa.
Karakteristik gempanya mirip Bantul, Daryono mengingatkan semua kota di Indonesia yang berada di dataran sedimen tersusun material aluvium yang lokasinya dekat sesar aktif, potensi kerusakan akibat gempa amat besar. "Contohnya adalah gempa Bantul, Yogyakarta, tahun 2006, magnitudo gempa relatif kecil hanya 6,4 SR, tapi membunuh lebih dari 5.000 orang," ujarnya.
Peringatan Daryono layak disimak karena dengan karakteristik, skala, dan kerusakan akibat gempa yang relatif sama, di Jepang hanya 9 orang tewas, di Bantul lebih 5.000 orang. Pembedanya, kesadaran orang Jepang terhadap gempa lebih baik. Mayoritas mereka membangun rumah dengan material yang serbaringan, sekat kamar kertas, atap pelat ringan, runtuhan bangunan tidak mematikan. Itu hikmah yang layak dipetik. ***
0 komentar:
Posting Komentar