Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

DKI, Bukti Kaderisasi Parpol Gagal!

DKI Jakarta sebagai etalase kinerja partai politik (parpol) memberi bukti kegagalan mereka melakukan kaderisasi sebagai tugas konstitusional menyiapkan barisan pimpinan bangsa. Tiga calon gubernur yang sudah terdaftar dalam Pilgub DKI berasal dari luar kader parpol.
Kinerja kaderisasi parpol di DKI Jakarta jelas merupakan etalase prestasi parpol untuk tingkat nasional. Kalau di Ibu Kota saja gagal, mudah diasumsikan di daerah yang jauh dari sorotan publik bisa lebih buruk lagi.
Padahal, kaderisasi untuk menghasilkan calon pimpinan bangsa yang berkualitas merupakan tugas konstitusional parpol. Untuk pencalonan presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah ditetapkan konstitusi hanya bisa dilakukan oleh parpol.
Malfungsi parpol ini berakibat keroposnya komponen pilar bangsa hingga konstruksi bangunannya bisa menjadi rapuh. Selain itu, konstruksi bangunan bangsa juga akhirnya hanya tersusun dari material yang sekadar ditempeli label merek tertentu, bukan produk orisinal alias KW-KW-an belaka. Bayangkan kalau akhirnya negara juga menjadi "negara KW-KW-an".
Tiga cagub DKI itu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diusung koalisi PDIP, Golkar, NasDem, dan Hanura. Ahok sebelumnya kader Gerindra saat sebagai cawagub pasangan Jokowi. Namun, setelah menggantikan Jokowi sebagai gubernur, Ahok melepas dukungan Gerindra.
Calon kedua Anies Baswedan, diusung Gerindra dan PKS. Anies mantan Mendikbud di Kabinet Kerja jilid I. Posisi itu tak terlepas dari aktifnya Anies sebagai tim transisi Jokowi, lawan dengan Gerindra yang mengusung Prabowo sebagai capres saingan Jokowi.
Calon ketiga Agus Harimurti Yudhoyono, diusung koalisi Cikeas, Partai Demokrat, PPP, PKB, dan PAN. Agus harus mundur dengan pangkat Mayor TNI untuk terjun ke politik.
Bukan semata karena gagal dalam kaderisasi. Menurut Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow (Kompas.com, 25/9/2016), ketidakpercayaan masyarakat terhadap kader parpol menjadi salah satu alasan parpol mengusung calon nonpartai untuk cagub DKI.
Warga Ibu Kota khususnya sering disuguhi dengan perangai politikus yang terkesan "mencla-mencle" yang dinilai masyarakat sebagai bentuk ketidakkonsistenan kader serta parpolnya, ujar Jeirry. Kalaupun masyarakat pernah memilih parpol, lanjutnya, itu karena bentuk keterpaksaan.
Nah, malfungsi parpol bisa meluas hingga ditinggal pemilih. Kala pemilih tak lagi mau merasa terpaksa, karena memilih itu hak bukan kewajiban. ***

0 komentar: