PEMERINTAH memutuskan memblokir aplikasi-aplikasi di ponsel pintar berbasis Android yang terkait dengan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
"Sudah kami minta blokir ke Google," kata Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara. Aplikasi-aplikasi itu mempromosikan gaya hidup kaum LGBT. (Kompas.com, 16/9/2016)
Rudiantara mengaku menghormati orang yang terlahir mempunyai kelainan seksual. Menurut dia, itu hak asasi manusia yang harus dilindungi. "Tetapi, mempromosikan untuk mengikuti gaya hidup mereka jelas bertentangan dengan norma agama, norma psikologis, kesehatan dan sebaganya," ujarnya.
Langkah pemerintah tersebut terkait koordinasi dengan Bareskrim Polri yang berhasil membongkar jaringan prostitusi anak untuk kaum penyuka sesama jenis, gay. Puluhan anak korban kejahatan itu diamankan polisi.
Menurut Direkrur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol. Agung Setya, sejumlah aplikasi yang bisa diunduh di ponsel itu digunakan pelaku kejahatan untuk menjual korbannya kepada kaum gay. Menurut Setya, setidaknya ada 18 aplikasi yang dianggap berpotensi dimanfaatkan untuk prostitusi anak khusus kaum gay. (Kompas.com, 8/9/2016)
Sebelumnya, Kasubdit Cyber Crime Bareskrim Polri Komisaris Besar Himawan Bayu Aji mengatakan, pelaku prostitusi anak untuk gay yang telah diringkus, AR, menjajakan para korban melalui aplikasi jejaring sosial Grindr. Aplikasi tersebut dikenal khusus untuk pria penyuka sesama jenis kelamin dan biseksual.
Dalam aplikasinya, jelas Himawan, tertulis keterangan, "Khusus untuk gay, biseksual, dan pria yang penasaran. Chat, bagikan gambar, kemudian bertemu." Korban prostitusi anak untuk klien gay sampai saat itu (8/9/2016) sebanyak 148 orang.
Menurut Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol. Ari Dono Sukmanto, AR juga menjajakan korbannya lewat akun Facebook bernama "Brondong". AR mengiming-imingi korbannya dengan tawaran uang yang menggiurkan jika mau "berbisnis" dengannya.
Demi menyelamatkan masa depan anak bangsa, langkah pemerintah memblokir aplikasi-aplikasi terkait LGBT itu jelas didukung masyarakat, terutama kalangan ulama. Selain aplikasi yang telah terendus gelagatnya itu, diharapkan polisi dan Kementerian Kominfo terus membersihkan dunia maya dari aplikasi sejenis yang mungkin lebih terselubung.
Tak kalah pentingnya para "pengguna", sang predator dalam prostitusi anak, juga harus diburu. Setidaknya seperti pemakai narkoba, untuk direhabilitasi agar ancaman predator anak juga berkurang. ***
Rudiantara mengaku menghormati orang yang terlahir mempunyai kelainan seksual. Menurut dia, itu hak asasi manusia yang harus dilindungi. "Tetapi, mempromosikan untuk mengikuti gaya hidup mereka jelas bertentangan dengan norma agama, norma psikologis, kesehatan dan sebaganya," ujarnya.
Langkah pemerintah tersebut terkait koordinasi dengan Bareskrim Polri yang berhasil membongkar jaringan prostitusi anak untuk kaum penyuka sesama jenis, gay. Puluhan anak korban kejahatan itu diamankan polisi.
Menurut Direkrur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol. Agung Setya, sejumlah aplikasi yang bisa diunduh di ponsel itu digunakan pelaku kejahatan untuk menjual korbannya kepada kaum gay. Menurut Setya, setidaknya ada 18 aplikasi yang dianggap berpotensi dimanfaatkan untuk prostitusi anak khusus kaum gay. (Kompas.com, 8/9/2016)
Sebelumnya, Kasubdit Cyber Crime Bareskrim Polri Komisaris Besar Himawan Bayu Aji mengatakan, pelaku prostitusi anak untuk gay yang telah diringkus, AR, menjajakan para korban melalui aplikasi jejaring sosial Grindr. Aplikasi tersebut dikenal khusus untuk pria penyuka sesama jenis kelamin dan biseksual.
Dalam aplikasinya, jelas Himawan, tertulis keterangan, "Khusus untuk gay, biseksual, dan pria yang penasaran. Chat, bagikan gambar, kemudian bertemu." Korban prostitusi anak untuk klien gay sampai saat itu (8/9/2016) sebanyak 148 orang.
Menurut Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol. Ari Dono Sukmanto, AR juga menjajakan korbannya lewat akun Facebook bernama "Brondong". AR mengiming-imingi korbannya dengan tawaran uang yang menggiurkan jika mau "berbisnis" dengannya.
Demi menyelamatkan masa depan anak bangsa, langkah pemerintah memblokir aplikasi-aplikasi terkait LGBT itu jelas didukung masyarakat, terutama kalangan ulama. Selain aplikasi yang telah terendus gelagatnya itu, diharapkan polisi dan Kementerian Kominfo terus membersihkan dunia maya dari aplikasi sejenis yang mungkin lebih terselubung.
Tak kalah pentingnya para "pengguna", sang predator dalam prostitusi anak, juga harus diburu. Setidaknya seperti pemakai narkoba, untuk direhabilitasi agar ancaman predator anak juga berkurang. ***
0 komentar:
Posting Komentar