OLIGARKI—Kekuasaan mutlak segelintir orang atau bahkan seseorang memerintah suatu organisasi—di partai politik (parpol) negeri ini cenderung semakin kaku menuju pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2017. Kalau sebelumnya aspirasi daerah masih dipertimbangkan, kini disisihkan total.
Contohnya Partai Golkar di Pilkada Kabupaten Pringsewu sebelumnya mengusung kadernya, Ririn. Kini, ketika Ririn selaku kader justru telah menjabat sebagai sekretaris DPD tingkat provinsi, kekuasaan oligarkis Partai Golkar di Pusat justru mendukung incumbent, lawan Ririn dalam pilkada lalu maupun sekarang. Padahal pada pilkada yang lalu, Ririn nyaris menang, bahkan ada yang meyakini Ririn sebenarnya menang.
Tapi lebih kaku lagi PDIP di DKI Jakarta. Para personal pengurus provinsi PDIP DKI menolak, bahkan anti terhadap Ahok. Tak kepalang, penolakan personal pengurus provinsi itu dituangkan dalam yel-yel yang mereka teriakkan bersama-sama:
"Bersatu padu untuk menang, gotong royong untuk menang, berjuanglah untuk menang, Ahok pasti tumbang."
"Bersatu padu untuk menang, gotong royong untuk menang, berjuanglah untuk menang, Ahok tunggang langgang."
Meski demikian, kekuasaan oligarkis di DPP parpolnya justru menetapkan Ahok sebagai calon gubernur yang mereka usung. Tak ayal lagi, sebagai bukti ketaatan pada aturan partai, orang-orang yang sama pun meneriakkan yel-yel serupa hingga bergema di kantor DPP partai, tetapi bagian akhirnya disesuaikan: "Bersatu padu untuk menang, gotong royong untuk menang, berjuanglah untuk menang, Ahok-Djarot menang." (Kompas.com, 21/9/2016)
Demikianlah praktik oligarki dalam parpol kita, yang relatif berlaku di semua parpol. Dengan parpol sebagai satu-satunya wadah masyarakat bangsa untuk berpartisipasi dalam demokrasi (pemerintahan oleh rakyat) mengelola pemerintahan negara, di mana untuk pemilihan presiden dan anggota DPR saluran konstitusionalnya hanya bisa melalui parpol, sebenarnya praktik oligarki di parpol merupakan anomali dalam sistem demokrasi. Sebab, oligarkis itu tipe penguasa yang segala sesuatu ditetapkan oleh kekuasaan segelintir orang atau minoritas, sedang demokrasi ditetapkan oleh suara orang banyak atau mayoritas.
Dominasi oligarkis di parpol-parpol yang ada jelas punya konsekuensi. Yakni, demokrasi yang ada sebenarnya hanyalah sekadar pseudomatika, cuma keseolah-olahan belaka. Sedang realitasnya, yang sebenarnya berlaku adalah apa pun maunya segelitir oligan. ***
Tapi lebih kaku lagi PDIP di DKI Jakarta. Para personal pengurus provinsi PDIP DKI menolak, bahkan anti terhadap Ahok. Tak kepalang, penolakan personal pengurus provinsi itu dituangkan dalam yel-yel yang mereka teriakkan bersama-sama:
"Bersatu padu untuk menang, gotong royong untuk menang, berjuanglah untuk menang, Ahok pasti tumbang."
"Bersatu padu untuk menang, gotong royong untuk menang, berjuanglah untuk menang, Ahok tunggang langgang."
Meski demikian, kekuasaan oligarkis di DPP parpolnya justru menetapkan Ahok sebagai calon gubernur yang mereka usung. Tak ayal lagi, sebagai bukti ketaatan pada aturan partai, orang-orang yang sama pun meneriakkan yel-yel serupa hingga bergema di kantor DPP partai, tetapi bagian akhirnya disesuaikan: "Bersatu padu untuk menang, gotong royong untuk menang, berjuanglah untuk menang, Ahok-Djarot menang." (Kompas.com, 21/9/2016)
Demikianlah praktik oligarki dalam parpol kita, yang relatif berlaku di semua parpol. Dengan parpol sebagai satu-satunya wadah masyarakat bangsa untuk berpartisipasi dalam demokrasi (pemerintahan oleh rakyat) mengelola pemerintahan negara, di mana untuk pemilihan presiden dan anggota DPR saluran konstitusionalnya hanya bisa melalui parpol, sebenarnya praktik oligarki di parpol merupakan anomali dalam sistem demokrasi. Sebab, oligarkis itu tipe penguasa yang segala sesuatu ditetapkan oleh kekuasaan segelintir orang atau minoritas, sedang demokrasi ditetapkan oleh suara orang banyak atau mayoritas.
Dominasi oligarkis di parpol-parpol yang ada jelas punya konsekuensi. Yakni, demokrasi yang ada sebenarnya hanyalah sekadar pseudomatika, cuma keseolah-olahan belaka. Sedang realitasnya, yang sebenarnya berlaku adalah apa pun maunya segelitir oligan. ***
0 komentar:
Posting Komentar