SIRNA sudah optimisme akan tercapainya perdamaian sejati di Suriah berkat gencatan senjata prakarsa Amerika Serikat (AS) dan Rusia sejak 12 September 2016. Senin (19/9/2016) malam, serangan udara menyasar konvoi bantuan kemanusiaan Bulan Sabit Merah dekat Aleppo, Suriah Utara, menewaskan 32 orang.
Serangan udara diduga dari pasukan Suriah atau koalisi Rusia. Namun, belum ada konfirmasi resmi dari Damaskus dan Moskwa terkait insiden yang menimpa konvoi truk Bulan Sabit Merah itu (Kompas.com, 20/9/2016).
"Dilaporkan telah jatuh korban tewas dan terluka dari kalangan sipil. Beberapa dari korban itu masih terjebak di bawah reruntuhan," kata Bulan Sabit Merah, di akun Facebook mereka. Seperti dilaporkan AFP, serangan terjadi bersamaan dengan berakhirnya gencatan senjata Senin malam.
Sebelumnya, AD Suriah mengumumkan gencatan senjata hingga Minggu malam, tetapi Rusia meminta perpanjangan dan gencatan senjata berakhir Senin malam. Minggu (18/9/2016) malam itu, serangan udara pertama tentara Suriah sejak gencatan senjata diberlakukan menghantam posisi oposisi di Kota Aleppo, menewaskan seorang warga.
Moskwa menuduh pasukan pemberontak melanggar perjanjian gencatan senjata dan mengatakan Washington harus bertanggung jawab atas aksi kekerasan ini. Kekerasan dimaksud serangan udara koalisi AS yang lebih dahulu menghantam posisi AD Suriah di wilayah timur yang menewaskan puluhan tentara Suriah.
Gagalnya gencatan senjata prakarsa AS-Rusia antara rezim Bashar Al-assad dengan oposisi jelas amat menguntungkan ISIS dan Front Fateh Al-Sham, sayap Al Qaeda, yang menduduki sebagian wilayah Suriah.
Soalnya, dengan gencatan senjata itu semula dimaksudkan agar pasukan pemerintah dan oposisi kerja sama memerangi ISIS dan Front Fateh Al-Sham, kini kedua saudara sebangsa itu malah kembali saling bunuh.
Serangan pada konvoi bantuan kemanusiaan itu memperburuk perang Suriah yang telah menewaskan lebih 290 ribu orang dan 11 juta orang mengungsi, kembali masuk jebakan keharusan membunuh atau dibunuh dan saling menghancurkan, tanpa jalan keluar yang bisa dijadikan sekadar khayalan pun.
Kecamuk perang antarberbagai pihak itu kembali menutup kemungkinan untuk berbagi kekuasaan sesama anak sebangsa guna hidup bersama secara rukun dan damai. Nafsu mau berkuasa sendiri dengan haus darah hingga merasa lebih baik membunuh sesama demi melestarikan kekuasaan, menjadi penghambat bagi segala bentuk usaha perdamaian. Suriah, tragedi buruk keserakahan kekuasaan. ***
"Dilaporkan telah jatuh korban tewas dan terluka dari kalangan sipil. Beberapa dari korban itu masih terjebak di bawah reruntuhan," kata Bulan Sabit Merah, di akun Facebook mereka. Seperti dilaporkan AFP, serangan terjadi bersamaan dengan berakhirnya gencatan senjata Senin malam.
Sebelumnya, AD Suriah mengumumkan gencatan senjata hingga Minggu malam, tetapi Rusia meminta perpanjangan dan gencatan senjata berakhir Senin malam. Minggu (18/9/2016) malam itu, serangan udara pertama tentara Suriah sejak gencatan senjata diberlakukan menghantam posisi oposisi di Kota Aleppo, menewaskan seorang warga.
Moskwa menuduh pasukan pemberontak melanggar perjanjian gencatan senjata dan mengatakan Washington harus bertanggung jawab atas aksi kekerasan ini. Kekerasan dimaksud serangan udara koalisi AS yang lebih dahulu menghantam posisi AD Suriah di wilayah timur yang menewaskan puluhan tentara Suriah.
Gagalnya gencatan senjata prakarsa AS-Rusia antara rezim Bashar Al-assad dengan oposisi jelas amat menguntungkan ISIS dan Front Fateh Al-Sham, sayap Al Qaeda, yang menduduki sebagian wilayah Suriah.
Soalnya, dengan gencatan senjata itu semula dimaksudkan agar pasukan pemerintah dan oposisi kerja sama memerangi ISIS dan Front Fateh Al-Sham, kini kedua saudara sebangsa itu malah kembali saling bunuh.
Serangan pada konvoi bantuan kemanusiaan itu memperburuk perang Suriah yang telah menewaskan lebih 290 ribu orang dan 11 juta orang mengungsi, kembali masuk jebakan keharusan membunuh atau dibunuh dan saling menghancurkan, tanpa jalan keluar yang bisa dijadikan sekadar khayalan pun.
Kecamuk perang antarberbagai pihak itu kembali menutup kemungkinan untuk berbagi kekuasaan sesama anak sebangsa guna hidup bersama secara rukun dan damai. Nafsu mau berkuasa sendiri dengan haus darah hingga merasa lebih baik membunuh sesama demi melestarikan kekuasaan, menjadi penghambat bagi segala bentuk usaha perdamaian. Suriah, tragedi buruk keserakahan kekuasaan. ***
0 komentar:
Posting Komentar