Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Idulkurban, Butuh Keteladanan Pemimpin!

SETIAP Iduladha, yang juga disebut Idulkurban, lazim dikisahkan keikhlasan Nabi Ibrahim Alaihis Salam (as) menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Taala untuk menyembelih putranya Nabi Ismail (as), yang secara ikhlas pula ditaati oleh Ismail as. Tentu kisah ini amat baik memotivasi umat untuk berkurban dengan segala makna dan konteks kekiniannya.
Namun, contoh keikhlasan Ibrahim dan Ismail itu, pengamalannya pada umat masa kini lebih bersifat simbolis. Meski ibadah kurban punya relevansi sosial yang signifikan, kaitan kontekstualnya dengan kehidupan sehari-hari umat masih perlu diperkuat.
Semangat pengorbanan dalam kehidupan warga cenderung perlu ditingkatkan. Dalam pembebasan lahan untuk proyek-proyek terkait kepentingan umum, misalnya, tingkat kerelaan masyarakat berkorban melepas tanahnya untuk kemajuan berbangsa masih cenderung terkendala oleh nilai finansial.
Masalahnya, karena para pemimpinnya di pemerintahan, baik eksekutif maupun legislatif, juga masih lebih cenderung mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompoknya, rakyat pun ikut menonjolkan kepentingan pribadinya.
Karena itu, untuk menumbuhkan semangat pengorbanan dalam masyarakat, dibutuhkan keteladanan para pemimpin. Sayangnya, orientasi terhadap kepentingan pribadi dan kelompok di kalangan pemimpin justru cenderung menguat. Lihat saja dalam pembahasan rancangan peraturan KPU (PKPU) di DPR, kental sekali orientasi kepentingan dimaksud. Bayangkan, PKPU untuk Pilkada 2017 yang berlaku nasional, dicocokkan secara paksa untuk mengegolkan kepentingan satu calon kepala daerah yang terpidana percobaan.
Contoh seperti itu yang disaksikan rakyat, bisa membuat orientasi rakyat terhadap kepentingan pribadi juga semakin kuat. Konon lagi, kepentingan rakyat itu sebenarnya ajang perjuangan dan pengorbanan para pemimpin, tapi karena ternyata para pemimpin lebih gigih memperjuangkan kepentingannya sendiri, rakyat pun jadi tak punya pilihan lain dari berjuang dan mempertahankan sendiri kepentingan mereka.
Sedihnya di antara pemimpin itu banyak yang fasih berkisah tentang keteladanan Amirul Mukminin Umar bin Khattab, atau Umar bin Abdul Aziz pada kekhalifahan Bani Umayah, tapi tak kunjung memformat keteladanan dirinya.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap keteladanan pemimpin, mungkin perlu dibuat program pengadaan keteladanan pemimpin. Programnya harus diprioritaskan, agar kelangkaan keteladanan pemimpin tidak berkepanjangan. ***

0 komentar: