Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Trump, Bicara Jelek Salahkan Mik!

SEPERTI peribahasa "tak pandai menari lantai dikatakan berjungkit", calon presiden AS dari Partai Republik Donald Trump menyalahkan mikrofon saat bicaranya jelek dalam debat capres melawan calon dari Partai Demokrat Hillary Clinton di New York, Selasa (27/9/2016).
Seusai debat 90 menit, Trump melontar protes dengan mendatangi ruang media, "Mereka memberikan mikrofon rusak untuk saya. Saya jadi bertanya-tanya, apa tujuan mereka?" (Kompas.com, 27/9/2016)
Klaim Trump tentang mikrofon rusak ini seolah membuktikan tudingannya bahwa pihak luar telah bersekongkol untuk menjatuhkan dia. Sebelum ini Trump telah berkali-kali berkata kepada pendukungnya, dia mungkin kalah dalam pilpres November nanti akibat dicurangi.
Karena merasa tak unggul dalam debat capres pertama itu, Trump juga melontarkan kritik kepada moderator debat Lester Holt dari stasiun televisi NBC News dengan menuding kurang seimbang dalam menjalankan tugas.
Trump menilai, Holt memberi pertanyaan terlalu berat kepadanya. Bahkan bias dengan pertanyaan terkait kepentingan bisnisnya. Misalnya kasus tuntutan diskriminasi ke perusahaan Trump pada 1970-an.
"Dia sama sekali tidak menanyakan Hillary banyak hal yang seharusnya ditanya. Tidak ada juga pertanyaan mengenai Yayasan Clinton," tukas Trump.
Trump dalam debat ini adalah Trump yang setahun terakhir dilihat publik. Agresif, meledak-ledak, kasar, gampang tersulut, dan tidak koheren. Hanya 15 menit pertama ia agak tenang menjelaskan kebijakan ekonominya.
Hillary, mantan pengacara yang aktif 40 tahun di dunia politik itu, berhasil menjebak Trump yang tersulut menghabiskan sisa waktu debat dengan sibuk membela diri dari serangan demi serangan Hillary.
Kedongkolan Trump memuncak ketika Lester Holt, moderator, menanyakan mengapa dia tak kunjung merilis pajak yang telah dibayarnya.
Ini langsung ditimpali serangan maut Hillary, dengan menyebut tiga kemungkinan alasan Trump tak sudi merilis catatan pajaknya.
Pertama, Trump tidaklah sekaya seperti yang diduga banyak orang. Kedua, Trump tidaklah sedermawan seperti yang juga diduga banyak orang. Ketiga, mungkin saja Trump tidak ingin rakyat Amerika tahu bahwa sesungguhnya dia tidak pernah membayar pajak.
Celakanya, Trump justru merespons ucapan Hillary dengan mengatakan tidak merilis pajak membuatnya terlihat pintar.
Di situ jebakan maut Hillary mengena, Trump mengesankan dirinya bukan negarawan. Trump menyia-nyiakan perebutan swing voters untuk pemilu beberapa pekan lagi. ***

0 komentar: