KORBAN eksploitasi anak untuk penyuka sesama jenis yang dibongkar Bareskrim Polri mencapai 99 orang. Saat awal penelusuran, diketahui korbannya hanya delapan orang, terdiri dari tujuh anak di bawah umur dan satu anak berusia 18 tahun.
"AR (pelaku eksploitasi memangsa anak) tidak hanya punya tujuh (korban), dari daftar ada 99 anak. Akan kami tangani secara berkelanjutan," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya. (Kompas.com, 31/8/2016)
Sementara itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam mengatakan prostitusi memangsa anak di bawah umur untuk penyuka sesama jenis sudah marak di Indonesia. Bahkan ada komunitas khusus untuk saling tukar informasi, salah satunya komunitas gay berondong hingga eksplotasi anak seperti dilakukan AR.
Asrorun minta polisi menghabisi para pelaku dari komunitas khusus sampai para penyalur dan pelanggannya. "Momentum kriminalisasi pada pelaku kejahatan seksual perlu diperluas mencakup hingga yang seperti ini. Harus ada pemberatan hukuman," kata Asrorun.
Menurut Agung, kasus ini terungkap saat tim Cyber Patrol menyisir media sosial. Ditemukan akun Facebook milik AR yang menjajakan anak berjenis kelamin laki-laki, menampilkan foto-foto korban dengan tarif yang telah ditentukan.
Ia memasang tarif Rp1,2 juta untuk setiap anak. Namun, AR hanya memberi upah masing-masing Rp100 ribu hingga Rp150 ribu ke korban. AR ditangkap di sebuah hotel di Jakarta Timur, menjadikan bisnisnya seolah suatu manajemen berinisial RCM.
Beberapa anak yang sudah diketahui identitasnya oleh polisi kini tengah ditangani secara medis. Mereka menjalani tes kesehatan untuk melihat apakah terpapar penyakit seksual dan sebagainya.
Asrorun berharap bisnis sejenis ini dibongkar habis oleh Polri. Momentumnya, komitmen Presiden Jokowi memerangi kejahatan seksual terhadap anak lewat memperberat hukuman dengan menerbitkan PP Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Maraknya kejahatan dan prostitusi penyuka sesama jenis terhadap anak di bawah umur di seantero negeri kita seperti disitir Ketua KPAI itu, jelas tak bisa dilepaskan dari sikap permisif sementara masyarakat dengan toleransi berlebihan terhadap komunitas penyimpangan seksual yang semakin terbuka, terang-terangan, bahkan ditonjolkan di publik.
Karena itu, terpulang ke masyarakat untuk meluruskan kembali gejala yang menyimpang dari norma agama tersebut. ***
Sementara itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam mengatakan prostitusi memangsa anak di bawah umur untuk penyuka sesama jenis sudah marak di Indonesia. Bahkan ada komunitas khusus untuk saling tukar informasi, salah satunya komunitas gay berondong hingga eksplotasi anak seperti dilakukan AR.
Asrorun minta polisi menghabisi para pelaku dari komunitas khusus sampai para penyalur dan pelanggannya. "Momentum kriminalisasi pada pelaku kejahatan seksual perlu diperluas mencakup hingga yang seperti ini. Harus ada pemberatan hukuman," kata Asrorun.
Menurut Agung, kasus ini terungkap saat tim Cyber Patrol menyisir media sosial. Ditemukan akun Facebook milik AR yang menjajakan anak berjenis kelamin laki-laki, menampilkan foto-foto korban dengan tarif yang telah ditentukan.
Ia memasang tarif Rp1,2 juta untuk setiap anak. Namun, AR hanya memberi upah masing-masing Rp100 ribu hingga Rp150 ribu ke korban. AR ditangkap di sebuah hotel di Jakarta Timur, menjadikan bisnisnya seolah suatu manajemen berinisial RCM.
Beberapa anak yang sudah diketahui identitasnya oleh polisi kini tengah ditangani secara medis. Mereka menjalani tes kesehatan untuk melihat apakah terpapar penyakit seksual dan sebagainya.
Asrorun berharap bisnis sejenis ini dibongkar habis oleh Polri. Momentumnya, komitmen Presiden Jokowi memerangi kejahatan seksual terhadap anak lewat memperberat hukuman dengan menerbitkan PP Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Maraknya kejahatan dan prostitusi penyuka sesama jenis terhadap anak di bawah umur di seantero negeri kita seperti disitir Ketua KPAI itu, jelas tak bisa dilepaskan dari sikap permisif sementara masyarakat dengan toleransi berlebihan terhadap komunitas penyimpangan seksual yang semakin terbuka, terang-terangan, bahkan ditonjolkan di publik.
Karena itu, terpulang ke masyarakat untuk meluruskan kembali gejala yang menyimpang dari norma agama tersebut. ***
0 komentar:
Posting Komentar