IDULADHA dalam masyarakat kita juga lazim disebut Hari Raya Haji. Itu karena prosesi Iduladha dimulai dengan puncak ibadah haji, yakni wukuf di Padang Arafah pada 9 Zulhijah yang tahun ini jatuh pada Minggu, 11 September 2016. Wukuf di Arafah adalah rukun penentu ibadah haji, tanpa wukuf di Arafah tidak sah ibadah hajinya.
Saat wukuf, lebih dari 3 juta jemaah haji dari seluruh dunia berkumpul di Padang Arafah, yang di tengahnya terdapat Bukit Jabal Rahmah, tempat pertemuan kembali Adam Alaihis Salam dan istrinya Siti Hawa setelah keduanya dilempar ke bumi dari surga. Wukuf kini menjadi momentum pertemuan cucu Adam dan Hawa dari seluruh penjuru dunia.
Sebagai ajang pertemuan umat Islam dari seluruh penjuru dunia itulah wukuf menjadi momentum Hari Raya Haji yang sesungguhnya. Keistimewaan dari ibadah wukuf itu adalah semua jemaah hanya mengenakan pakaian bernama ihram, yakni selembar kain putih tanpa jahitan.
Dengan semua jemaah mengenakan kain ihram yang serbaputih itu, tak ada perbedaan di antara semua jemaah sehingga ibadah haji dengan ihramnya mengekspresikan persamaan seluruh umat manusia di depan Sang Khalik Maha Pencipta, tak ada perbedaan baik dalam kedudukan sosial, pemimpin, dan yang dipimpin, si kaya dan si miskin, semuanya sederajat, semua sama dalam satu akidah dan pandangan hidup.
Semuanya bersama-sama mendekatkan diri ke haribaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Tuhan Yang Maha Esa, dengan bersama-sama melantunkan talbiah: Labaik Allahuma labaik, labaik la syarika laka labbaik...
Itulah hakiki egalitarianisme, sumber semangat persamaan dalam hak-hak asasi manusia (HAM) universal, yang kandungan nilai-nilai luhurnya belum tergali optimal bahkan cenderung masih dikesampingkan akibat persaingan implementatif dengan HAM yang bersumber dari Barat. Padahal, tidak ada event atau momentum persamaan sebesar wukuf itu di dunia Barat sebagai orientasi nilai-nilai HAM-nya.
Untuk itu, menjadi tantangan bagi kalangan intelektual muslim menggali dan mengurai nilai HAM yang hakiki berdasar Islam, yang pasti lebih sesuai dengan masyarakat Islam. Sehingga, implementasinya bisa membuat masyarakat muslim tidak lagi dipaksakan mengikuti nilai-nilai HAM Barat—yang tidak islami.
Persamaan dan persatuan umat muslim sedunia yang diekspresikan dalam prosesi wukuf menunjukkan bahwa dalam persamaan umat, muslim bukanlah subordinat pengekor pandangan Barat. Tapi justru bagian dari ibadah wajibnya. ***
Sebagai ajang pertemuan umat Islam dari seluruh penjuru dunia itulah wukuf menjadi momentum Hari Raya Haji yang sesungguhnya. Keistimewaan dari ibadah wukuf itu adalah semua jemaah hanya mengenakan pakaian bernama ihram, yakni selembar kain putih tanpa jahitan.
Dengan semua jemaah mengenakan kain ihram yang serbaputih itu, tak ada perbedaan di antara semua jemaah sehingga ibadah haji dengan ihramnya mengekspresikan persamaan seluruh umat manusia di depan Sang Khalik Maha Pencipta, tak ada perbedaan baik dalam kedudukan sosial, pemimpin, dan yang dipimpin, si kaya dan si miskin, semuanya sederajat, semua sama dalam satu akidah dan pandangan hidup.
Semuanya bersama-sama mendekatkan diri ke haribaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Tuhan Yang Maha Esa, dengan bersama-sama melantunkan talbiah: Labaik Allahuma labaik, labaik la syarika laka labbaik...
Itulah hakiki egalitarianisme, sumber semangat persamaan dalam hak-hak asasi manusia (HAM) universal, yang kandungan nilai-nilai luhurnya belum tergali optimal bahkan cenderung masih dikesampingkan akibat persaingan implementatif dengan HAM yang bersumber dari Barat. Padahal, tidak ada event atau momentum persamaan sebesar wukuf itu di dunia Barat sebagai orientasi nilai-nilai HAM-nya.
Untuk itu, menjadi tantangan bagi kalangan intelektual muslim menggali dan mengurai nilai HAM yang hakiki berdasar Islam, yang pasti lebih sesuai dengan masyarakat Islam. Sehingga, implementasinya bisa membuat masyarakat muslim tidak lagi dipaksakan mengikuti nilai-nilai HAM Barat—yang tidak islami.
Persamaan dan persatuan umat muslim sedunia yang diekspresikan dalam prosesi wukuf menunjukkan bahwa dalam persamaan umat, muslim bukanlah subordinat pengekor pandangan Barat. Tapi justru bagian dari ibadah wajibnya. ***
0 komentar:
Posting Komentar