PRESIDEN Jokowi prihatin dengan semakin lunturnya nilai-nilai luhur jati diri bangsa, budi pekerti, kesantunan, semangat juang, dan juga keagamaan. Untuk itu, ia berpesan agar setiap generasi mengestafetkan nilai-nilai positif ke generasi setelahnya.
"Kita merasa kehilangan. Yang kita estafetkan mestinya nilai-nilai, bukan sebuah barang, bukan sebuah kekayaan," ujarnya, pada peringatan 90 tahun Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Senin (MI, 20/9/2016).
Ia mencontohkan bagaimana nilai-nilai mulia itu tak tecermin dalam komentar pengguna media sosial belakangan ini. Presiden sedih karena pengguna media sosial justru saling menghujat, memaki, dan menegasikan.
"Coba kita lihat di media sosial itu saling menjelekkan, mencela, merendahkan, menghina, mengolok-olok. Apakah itu nilai-nilai Indonesia? Jawab saya bukan," tegas Jokowi. "Sedih kalau kita baca komentar-komentar saling hujat di situ. Ada nilai-nilai lain yang tidak sadar masuk menginfiltrasi kita dan itulah yang akan menghilangkan karakter, identitas, dan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia."
Ia instruksikan Mendikbud agar pendidikan etika, budi pekerti, dan sopan santun diberi porsi lebih dalam kurikulum pendidikan SD dan SMP. Instruksi itu diterjemahkan Mendikbud dengan wacana full day school yang di dalamnya bertujuan menanamkan nilai-nilai positif bangsa.
Upaya untuk mengendalikan dunia maya dalam norma etika dan moralitas masyarakat bernegara-bangsa sebenarnya sudah diatur dalam UU ITE yang memasang sanksi cukup keras dan aturan pencegahan ujaran kebencian. Jika realitas pengguna media sosial sudah dianggap terlalu jauh melampaui batas etika dan moral, berarti sudah saatnya aturan itu dijalankan efektif.
Tahap awal pelaksanaannya persuasif, dengan tujuan untuk mendidik sopan santun pengguna yang cenderung lepas kontrol. Diharapkan, implementasinya bisa menjadi proses belajar bagi semua pengguna. Masalahnya, aturan tersebut selama ini baru dijalankan jika ada aduan pencemaran nama baik, terutama nama perusahaan, sedang yang terkait etika dan moral publik masih harus didorong.
Kita sepakat pendidikan etika, moral, dan budi pekerti bisa menjadi basis peradaban generasi mendatang. Namun, untuk memperbaiki kondisi masa kini yang telanjur parah, sudah saatnya diamalkan pengarahan perilaku massa lewat pelaksanaan hukum yang rigid, seperti yang dijalankan dalam mengatasi korupsi. Laku lajak dalam penggunaan dunia maya bahkan sudah jauh lebih terbuka! ***
Ia mencontohkan bagaimana nilai-nilai mulia itu tak tecermin dalam komentar pengguna media sosial belakangan ini. Presiden sedih karena pengguna media sosial justru saling menghujat, memaki, dan menegasikan.
"Coba kita lihat di media sosial itu saling menjelekkan, mencela, merendahkan, menghina, mengolok-olok. Apakah itu nilai-nilai Indonesia? Jawab saya bukan," tegas Jokowi. "Sedih kalau kita baca komentar-komentar saling hujat di situ. Ada nilai-nilai lain yang tidak sadar masuk menginfiltrasi kita dan itulah yang akan menghilangkan karakter, identitas, dan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia."
Ia instruksikan Mendikbud agar pendidikan etika, budi pekerti, dan sopan santun diberi porsi lebih dalam kurikulum pendidikan SD dan SMP. Instruksi itu diterjemahkan Mendikbud dengan wacana full day school yang di dalamnya bertujuan menanamkan nilai-nilai positif bangsa.
Upaya untuk mengendalikan dunia maya dalam norma etika dan moralitas masyarakat bernegara-bangsa sebenarnya sudah diatur dalam UU ITE yang memasang sanksi cukup keras dan aturan pencegahan ujaran kebencian. Jika realitas pengguna media sosial sudah dianggap terlalu jauh melampaui batas etika dan moral, berarti sudah saatnya aturan itu dijalankan efektif.
Tahap awal pelaksanaannya persuasif, dengan tujuan untuk mendidik sopan santun pengguna yang cenderung lepas kontrol. Diharapkan, implementasinya bisa menjadi proses belajar bagi semua pengguna. Masalahnya, aturan tersebut selama ini baru dijalankan jika ada aduan pencemaran nama baik, terutama nama perusahaan, sedang yang terkait etika dan moral publik masih harus didorong.
Kita sepakat pendidikan etika, moral, dan budi pekerti bisa menjadi basis peradaban generasi mendatang. Namun, untuk memperbaiki kondisi masa kini yang telanjur parah, sudah saatnya diamalkan pengarahan perilaku massa lewat pelaksanaan hukum yang rigid, seperti yang dijalankan dalam mengatasi korupsi. Laku lajak dalam penggunaan dunia maya bahkan sudah jauh lebih terbuka! ***
0 komentar:
Posting Komentar