DALAM kunjungan ke Banten pada Iduladha lalu, Presiden Joko Widodo memberi perhatian khusus gizi buruk yang masih terdapat di semua daerah. "Di semua tempat, kita harus ngomong apa adanya. Masih ada penderita gizi buruk," ujar Joko Widodo. (Kompas, 13/9/2016)
Bukan hanya di daerah yang jauh seperti Nias, di Sumatera Utara, yang baru dia kunjungi dan temukan penderita gizi buruk. Tapi di Lebak, dan kawasan lain Banten yang dia kunjungi, hanya 100 km dari Jakarta, masih ditemukan banyak penderita gizi buruk.
Bahkan, calon gubernur DKI Jakarta dari PKS, Muhammad Idrus, dikutip Okezone (18/5/2016) menyebutkan di Jakarta Pusat, kawasan Istana Presiden berada, terdapat 17 balita menderita gizi buruk. Para penderitanya rata-rata bayi berusia 2—3 tahun, ujar Idrus.
Lampung, yang menurut Data Rekap Balita Gizi Buruk di Indonesia (Per Provinsi) 2014—2015 jumlah kasusnya di peringkat dua setelah Sulawesi Selatan, disusul Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah, pada 2016 ini baru muncul satu kasus atas nama Neysa Azizah, warga Dusun Pringombo, Pringsewu Timur. (Okezone, 12/7/2016)
Sedang dari Tulangbawang, News Lampung Terkini melaporkan tahun ini ada tiga kasus gizi buruk, yang menurut Bupati Hanan A Razak, itu merupakan penurunan 96% dari 20 kasus tahun sebelumnya.
Persoalan itu, tegas Presiden, diupayakan bisa ditekan dengan pemantauan dan program pemberian makanan tambahan. Inilah yang dibagikan Presiden dan Ibu Negara ke balita dan ibu hamil dalam kunjungannya ke Nias, Banten, maupun ke Jawa Timur, Rabu (14/9/2016).
"Itu yang harus dikerjakan agar makanan tambahan sudah diberikan sejak ibu mengalami kehamilan. Diberikan pengertian betapa penting gizi atau sumber protein," tegas Presiden. Mereka harus memahami itu agar tidak ditemukan lagi anak-anak yang berat badannya tak ideal.
"Saya tidak mau ada balita yang menderita gizi buruk. Anak-anak terutama pelajar SD akan diberi makanan tambahan," tambah Presiden.
Untuk menuntaskan penderita gizi buruk dan mencegah kemunculan berikutnya, para pejabat publik harus mengikuti langkah Presiden blusukan ke sarang penderitaan rakyat. Selain menjamin anggaran untuk makanan tambahan di APBD, kepala daerah juga memantau langsung kondisi warga. Para anggota DPRD bisa membawa tunjangan komunikasi pembinaan konstituen dalam bentuk makanan tambahan.
Kalau banyak makanan tambahan diterima warga kurang mampu, ibu hamil dan balita tak kekurangan asupan, gizi buruk pun tak dapat tempat lagi. ***
Bahkan, calon gubernur DKI Jakarta dari PKS, Muhammad Idrus, dikutip Okezone (18/5/2016) menyebutkan di Jakarta Pusat, kawasan Istana Presiden berada, terdapat 17 balita menderita gizi buruk. Para penderitanya rata-rata bayi berusia 2—3 tahun, ujar Idrus.
Lampung, yang menurut Data Rekap Balita Gizi Buruk di Indonesia (Per Provinsi) 2014—2015 jumlah kasusnya di peringkat dua setelah Sulawesi Selatan, disusul Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah, pada 2016 ini baru muncul satu kasus atas nama Neysa Azizah, warga Dusun Pringombo, Pringsewu Timur. (Okezone, 12/7/2016)
Sedang dari Tulangbawang, News Lampung Terkini melaporkan tahun ini ada tiga kasus gizi buruk, yang menurut Bupati Hanan A Razak, itu merupakan penurunan 96% dari 20 kasus tahun sebelumnya.
Persoalan itu, tegas Presiden, diupayakan bisa ditekan dengan pemantauan dan program pemberian makanan tambahan. Inilah yang dibagikan Presiden dan Ibu Negara ke balita dan ibu hamil dalam kunjungannya ke Nias, Banten, maupun ke Jawa Timur, Rabu (14/9/2016).
"Itu yang harus dikerjakan agar makanan tambahan sudah diberikan sejak ibu mengalami kehamilan. Diberikan pengertian betapa penting gizi atau sumber protein," tegas Presiden. Mereka harus memahami itu agar tidak ditemukan lagi anak-anak yang berat badannya tak ideal.
"Saya tidak mau ada balita yang menderita gizi buruk. Anak-anak terutama pelajar SD akan diberi makanan tambahan," tambah Presiden.
Untuk menuntaskan penderita gizi buruk dan mencegah kemunculan berikutnya, para pejabat publik harus mengikuti langkah Presiden blusukan ke sarang penderitaan rakyat. Selain menjamin anggaran untuk makanan tambahan di APBD, kepala daerah juga memantau langsung kondisi warga. Para anggota DPRD bisa membawa tunjangan komunikasi pembinaan konstituen dalam bentuk makanan tambahan.
Kalau banyak makanan tambahan diterima warga kurang mampu, ibu hamil dan balita tak kekurangan asupan, gizi buruk pun tak dapat tempat lagi. ***
0 komentar:
Posting Komentar