PERIODE September 2016 hingga Maret 2017 di Lampung, menurut BPS, jumlah warga miskin berkurang 8.050 jiwa, dari 1,140 juta jiwa menjadi 1,132 juta jiwa. Jika prestasi pengentasan kemiskinan ini bisa konsisten, diharapkan 125 semester lagi Provinsi Lampung akan bebas dari kemiskinan.
Prestasi tersebut, menurut analisis BPS, tercapai berkat program makro pengentasan kemiskinan dari Pemerintah Pusat, sedangkan program mikro dari daerah yang spesifik langsung ke warga miskin belum ada. Berarti, untuk memacu geliat pengentasan kemiskinan di Lampung agar bisa lebih cepat dari 125 semester, pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) masing-masing membuat program mikro pengentasan kemiskinan.
"
Program pusat untuk pengentasan kemiskinan itu terintegrasi dalam kartu keluarga sejahtera (KKS) dengan komponen Program Keluarga Harapan (PKH) pada 2017 sebesar Rp1,9 juta/KK/tahun, Kartu Indonesia Pintar (KIP) dengan dana Program Indonesia Pintar (PIP) per tahun per orang: SMA Rp1 juta, SMP Rp750 ribu, dan SD Rp450 ribu. Itu dilengkapi Kartu Indonesia Sehat (KIS) peserta JKN BPJS Kesehatan yang iuran preminya ditanggung APBN (meliputi 86,4 juta jiwa).
Melalui program itu, setiap keluarga yang punya dua anak, satu SMA dan satu SMP, per tahun menerima Rp3.650.000. Dibagi 12 bulan untuk empat jiwa itu, bantuan itu menopang konsumsi per kapita/bulan Rp75 ribu. Namun, dengan garis kemiskinan Lampung pada September 2016 ke Maret 2017 Rp420.227/kapita/orang di kota dan Rp371.894 di desa, bantuan Rp75 ribu/kapita/bulan itu belum mampu mengentaskan mereka dari jurang kemiskinan.
Dengan mayoritas dari 1,132 juta warga miskin yang tersisa di Lampung bermukim di lebih dari 3.000 desa, rata-rata per desa masih terdapat sekitar 300 jiwa warga miskin. Jumlah itu cukup besar untuk tidak ditanggulangi serius oleh kepala daerah dan DPRD-nya.
Dananya tidak harus dari APBD. Dengan jumlah orang miskin sebanyak itu di tiap desa, layak menyisihkan sebagian dana desa untuk pengentasan kemiskinan. Programnya menambah pendapatan tetap warga miskin, melalui kegiatan ekonomi quick yield yang kerap panen seperti ternak ayam potong dan petelur, ayam kampung dan bebek petelur, kolam ikan di rumah masing-masing untuk lele, nila, dan emas, atau kangkung urat, bayam cabut, dan lainnya.
Terpenting jangan dibuat proyek ramai-ramai, karena yang satu mengandalkan yang lain akhirnya sering gagal. Tapi, buat one family enterprise agar antarkeluarga bersaing. ***
Program pusat untuk pengentasan kemiskinan itu terintegrasi dalam kartu keluarga sejahtera (KKS) dengan komponen Program Keluarga Harapan (PKH) pada 2017 sebesar Rp1,9 juta/KK/tahun, Kartu Indonesia Pintar (KIP) dengan dana Program Indonesia Pintar (PIP) per tahun per orang: SMA Rp1 juta, SMP Rp750 ribu, dan SD Rp450 ribu. Itu dilengkapi Kartu Indonesia Sehat (KIS) peserta JKN BPJS Kesehatan yang iuran preminya ditanggung APBN (meliputi 86,4 juta jiwa).
Melalui program itu, setiap keluarga yang punya dua anak, satu SMA dan satu SMP, per tahun menerima Rp3.650.000. Dibagi 12 bulan untuk empat jiwa itu, bantuan itu menopang konsumsi per kapita/bulan Rp75 ribu. Namun, dengan garis kemiskinan Lampung pada September 2016 ke Maret 2017 Rp420.227/kapita/orang di kota dan Rp371.894 di desa, bantuan Rp75 ribu/kapita/bulan itu belum mampu mengentaskan mereka dari jurang kemiskinan.
Dengan mayoritas dari 1,132 juta warga miskin yang tersisa di Lampung bermukim di lebih dari 3.000 desa, rata-rata per desa masih terdapat sekitar 300 jiwa warga miskin. Jumlah itu cukup besar untuk tidak ditanggulangi serius oleh kepala daerah dan DPRD-nya.
Dananya tidak harus dari APBD. Dengan jumlah orang miskin sebanyak itu di tiap desa, layak menyisihkan sebagian dana desa untuk pengentasan kemiskinan. Programnya menambah pendapatan tetap warga miskin, melalui kegiatan ekonomi quick yield yang kerap panen seperti ternak ayam potong dan petelur, ayam kampung dan bebek petelur, kolam ikan di rumah masing-masing untuk lele, nila, dan emas, atau kangkung urat, bayam cabut, dan lainnya.
Terpenting jangan dibuat proyek ramai-ramai, karena yang satu mengandalkan yang lain akhirnya sering gagal. Tapi, buat one family enterprise agar antarkeluarga bersaing. ***
0 komentar:
Posting Komentar