Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Pengusaha Jangan Campuri Politik!

PRESIDEN Jokowi mengingatkan para pengusaha untuk tetap fokus pada kegiatan perekonomian. Jangan sampai pelaku usaha ikut campur dalam politik yang banyak menguras energi.
"Selama delapan bulan energi kita habiskan untuk hal tidak produktif. Kita harus kembalikan lagi kepada hal yang produktif. Di sini yang bergelut dengan ekonomi masuk ke politik, jangan! Kita bisa ditinggal oleh negara lain," kata Jokowi kepada pelaku usaha di Bursa Efek Indonesia, Selasa. (Kompas.com, 4/7/2017)
Jokowi juga mengingatkan pelaku usaha untuk tidak terlibat kegiatan aksi unjuk rasa. Sebab, hal ini bisa memengaruhi keinginan investor untuk menanamkan sahamnya di Indonesia. Terlebih Indonesia baru mendapat rating layak investasi dari pemeringkat Standard & Poors dan Moody's.
Jokowi tidak ingin perekonomian Indonesia tertinggal jauh dibanding negara-negara lain. Salah satu caranya, tidak mencampuradukkan ekonomi dengan politik.
"Karena saya ingin dengan menguatnya ekonomi kita, akan banyak membuka lapangan kerja. Nilai tambah yang bisa kita ambil dengan kondisi ekonomi yang baik seperti ini," ujar Jokowi.
Peringatan Jokowi ke para pengusaha untuk tidak terlibat kegiatan politik itu bisa dipahami. Dunia usaha bisa kurang optimal jika ditinggal para pengusahanya beralih profesi.
Sering suatu usaha maju berkat kreativitas sang pengusaha, sehingga ketika ia tinggalkan dan dikelola orang lain bisa berantakan. Hal demikian jika terjadi secara masif di dunia usaha, jelas bisa mengakibatkan ekonomi Indonesia tertinggal dari negara-negara lain.
Namun, kultur masyarakat kita memiliki hierarki yang menempatkan kekuasaan politik di level atas. Setelah seseorang sukses sebagai pengusaha dan menumpuk harta, tingkat berikutnya yang harus dicapai adalah takhta—kekuasaan politik.
Oleh karena itu, tidak aneh jika dari presiden, ketua MPR, ketua DPR, dan ketua DPD, semua dari pengusaha. Juga banyak politikus di parlemen pusat dan daerah, serta pada kedudukan kepala daerah yang tak kepalang kemudian membentuk dinasti politik.
Mungkin karena itu, negeri kita yang sumber alamnya melimpah, ekonominya cenderung tertinggal dari negara-negara yang tak punya sumber daya alam. Sebab, sumber daya alam yang berlimpah itu hanya digunakan untuk biaya politik, yang tidak produktif. Termasuk membiayai demo dari balik layar yang dengan sistem politik primordial patron-client justru efektif untuk membina massa sebagai konstituen pendukungnya. ***

0 komentar: