PASCALEBARAN Idulfitri lazim menjadi puncak proses urbanisasi—perpindahan penduduk dari wilayah perdesaan ke perkotaan. Unjuk sukses para pemudik dari kota ke desa asalnya menjadi salah satu magnet daya tarik yang kuat bagi warga desa, terutama kaum mudanya, untuk nekat berjuang mengadu nasib di kota mengikuti jejak kerabat sedesa pendahulunya.
Tidak sedikit yang gagal dan kembali ke desa. Tapi tetap lebih banyak yang bertahan di kota meski dengan kondisi merana karena kurang beruntung. Banyaknya urban yang kemudian menjadi beban sosial pemerintahan kota inilah alasan razia mencari pendatang baru dan memulangkannya kembali ke desa.
Jakarta, misalnya, sudah sejak lama punya perda yang menyatakan Daerah Khusus Ibu Kota itu tertutup buat pendatang baru. Kecuali, bisa menunjukkan bukti punya jaminan tempat kerja. Tapi di zaman Ahok gubernur DKI, aturan itu tak dijalankan secara ketat, dengan alasan warga Jakarta juga membutuhkan tenaga mereka untuk pembantu rumah tangga dan pekerja kasar lainnya.
Selain dampak kebijakan Ahok pada masa berkuasaanya yang amat singkat itu, Kadisdukcapil Jakarta Edison Sianturi memperkirakan urbanisasi 2017 ini meningkat lebih besar dari tahun lalu karena masa arus balik Lebaran berdekatan dengan masa masuk sekolah, tahun ajaran baru. (Kompas.com, 3/7/2017) Urbanisasi mengubah nasib melalui jalur pendidikan ini secara formal tidak mendapat hambatan karena pilihan sekolah atau perguruan tinggi sesuai cita-cita masa depan generasi muda lebih lengkap tersedia di kota.
Itu sebabnya kalau dalam sensus penduduk 2010 dari 237,6 juta penduduk Indonesia tercatat 49,8% yang tinggal di wilayah perkotaan, pada 2012 melonjak jadi 54% dari jumlah penduduk saat itu. Perkirakan sendiri pertambahan penduduk kota lebih 4% per dua tahun itu, bagaimana jadinya kini dan ke masa depan. Tren tersebut menunjukkan urbanisasi tak mudan dibatasi, justru demi keadilan terhadap setiap warga negara untuk mencapai hidup sejahtera dan mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bangsa merdeka.
Menciptakan keseimbangan kota-desa dalam memberi kesempatan hidup sejahtera bagi seluruh rakyat sesuai cita-cita kemerdekaan, pembangunan desa jelas harus dipacu. Keseimbangan justru tercapai ketika warga desa yang tinggal “sedikit” menguasai sumber-sumber ekonomi yang berlimpah. Pada masa itu tercapai, lulusan pendidikan tinggi dari kota berebut mengabdikan diri di desa demi jaminan hidup yang lebih baik. ***
Jakarta, misalnya, sudah sejak lama punya perda yang menyatakan Daerah Khusus Ibu Kota itu tertutup buat pendatang baru. Kecuali, bisa menunjukkan bukti punya jaminan tempat kerja. Tapi di zaman Ahok gubernur DKI, aturan itu tak dijalankan secara ketat, dengan alasan warga Jakarta juga membutuhkan tenaga mereka untuk pembantu rumah tangga dan pekerja kasar lainnya.
Selain dampak kebijakan Ahok pada masa berkuasaanya yang amat singkat itu, Kadisdukcapil Jakarta Edison Sianturi memperkirakan urbanisasi 2017 ini meningkat lebih besar dari tahun lalu karena masa arus balik Lebaran berdekatan dengan masa masuk sekolah, tahun ajaran baru. (Kompas.com, 3/7/2017) Urbanisasi mengubah nasib melalui jalur pendidikan ini secara formal tidak mendapat hambatan karena pilihan sekolah atau perguruan tinggi sesuai cita-cita masa depan generasi muda lebih lengkap tersedia di kota.
Itu sebabnya kalau dalam sensus penduduk 2010 dari 237,6 juta penduduk Indonesia tercatat 49,8% yang tinggal di wilayah perkotaan, pada 2012 melonjak jadi 54% dari jumlah penduduk saat itu. Perkirakan sendiri pertambahan penduduk kota lebih 4% per dua tahun itu, bagaimana jadinya kini dan ke masa depan. Tren tersebut menunjukkan urbanisasi tak mudan dibatasi, justru demi keadilan terhadap setiap warga negara untuk mencapai hidup sejahtera dan mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bangsa merdeka.
Menciptakan keseimbangan kota-desa dalam memberi kesempatan hidup sejahtera bagi seluruh rakyat sesuai cita-cita kemerdekaan, pembangunan desa jelas harus dipacu. Keseimbangan justru tercapai ketika warga desa yang tinggal “sedikit” menguasai sumber-sumber ekonomi yang berlimpah. Pada masa itu tercapai, lulusan pendidikan tinggi dari kota berebut mengabdikan diri di desa demi jaminan hidup yang lebih baik. ***
0 komentar:
Posting Komentar