Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Realitas Hukum Sarang Laba-laba!

SOLON, pemikir politik Yunani yang hidup 500 tahun sebelum Masehi, mengingatkan hukum bisa seperti sarang laba-laba, hanya mampu menangkap yang lemah dan rusak berantakan ketika ditabrak yang kuat. Gambarannya, sarang laba-laba hanya bisa menangkap aneka serangga kecil, tetapi begitu ditabrak celeng rusak berantakan.
Lebih lagi kalau suatu kekuatan formal yang besar sengaja menabrak sarang laba-laba. Semisal, DPR yang meminta diputarkan bukti rekaman pemeriksaan seorang saksi skandal KTP-el, ketika ditolak KPK karena bukti tersebut hanya bisa didengar di sidang pengadilan, DPR lantas membentuk pansus hak angket untuk menabrak KPK. Jelas sarang laba-labanya berantakan.
Seperti dikemukakan pengamat politik dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti, akibat menjadi objek hak angket DPR, kinerja KPK terganggu, menemui hambatan pada pengusutan kasus korupsi pengadaan KTP-el. (Kompas.com, 15/7/2017)
Realitasnya memang, ada saksi mencabut keterangannya di BAP, banyak orang yang disebut para tersangka menerima uang puluhan sampai ratusan miliar rupiah membantah menerimanya. Demikianlah realitas hukum sarang laba-laba yang sudah ketabrak.
Lain hal lagi Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo dibuat repot oleh janji kampanye pasangan gubernur terpilih DKI Jakarta, untuk membagi rumah kredit dengan DP 0%. Di aturan perbankannya rumah DP dengan 0% tidak boleh. Kalau di BI, aturannya semua pinjaman untuk pemilikan rumah dan kendaraan bermotor harus ada DP. (Kompas.com, 14/7/2017)
Namun, janji kampanye itu kalau diingkari bisa membuat pasangan gubernur terpilih menyandang salah satu ciri orang munafik. Tidak terhindarkan, pasangan gubernur harus menabrak aturan BI, menabrak sarang laba-laba.
Lain pula cerita di Lampung. Seorang kepala daerah membangun sebuah proyek di atas tanah (domain) orang lain. Selain belum izin pemilik domain lokasi tersebut, juga tanpa analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), tanpa andalalin, dan berbagai izin lain yang wajib bagi siapa saja yang membangun. Pokoknya aturan hukum hanya sarang laba-laba yang rusak ditabrak.
Semua itu realitas hukum sarang laba-laba. Celakanya yang melanggarnya hingga berantakan adalah kekuasaan formal. Ini jelas contoh buruk bagi rakyat yang susah payah dibina untuk taat hukum, yang akan dengan mudah meniru kebiasaan menabrak hukum. Kebiasaan penguasa menabrak hukum akan membuat negara secara de facto menjadi negara kekuasaan. ***

0 komentar: