MASYARAKAT kelas menengah di Indonesia tumbuh pesat. Survei Asian Development Bank (ADB) 2014 menemukan 146 juta penduduk atau 59% dari populasi Indonesia merupakan kelas menengah. Kualifikasi Bank Dunia, orang masuk kelas menengah jika pendapatan per hari 4,5—22,5 dolar AS (Rp60 ribu—Rp300 ribu). Cirinya, punya kendaraan bermotor, ponsel, dan suka makan di restoran. (Liputan6, 16/4/2014)
Karena sering makan di restoran, selera dan cita rasanya terhadap nasi jadi punya standar. Setidaknya, rasa nasi dari beras kualitas premium, bahkan di restoran tertentu beras kualitas super Pandan Wangi atau Rojolele. Dengan pendapatan yang mencukupi, warga kelas menengah dengan mudah mendapatkan beras berkualitas bukan hanya di supermarket, tapi juga di pasar tradisional.
Ketergantungan kelas menengah dan elite pada beras berkualitas terlihat terakhir setelah penggerebekan gudang beras merek Maknyus dan Cap Ayam Jago di Bekasi, Kamis (20/7/2017), harga beras Cap Ayam Jago yang semula Rp20.400/kg, karena konsumen takut kehabisan stok berebut di supermarket, Minggu (23/7/2017), harga beras Cap Ayam Jago naik jadi Rp25.380/kg di Giant Cilandak, Rp26.305 di Malang Town Square, dan Rp23.180 di supermarket Kemayoran. (Republika.co.id, 17/7/2017)
Kalau 60% kelas menengah dan elite cenderung mengonsumsi beras premium dan super, sedang 10% lapisan terbawah mendapat beras sejahtera (rastra), beras medium yang diberi HET Rp9.000/kg itu secara riil hanya terkait 30% populasi. Oleh karena itu, pemerintah diharap bersikap adil kepada mayoritas konsumen yang membutuhkan beras premium dan super, tidak diganggu pengadaan dan jual-belinya.
Perlindungan terhadap kebutuhan konsumen atas beras berkualitas itu dimulai dari pembeliannya dari petani produsen dengan harga sesuai kualitasnya. Petani produsen dijaga untuk tidak dipaksa menjual gabahnya dengan harga pembelian pemerintah (HPP).
Kebutuhan kelas menengah yang besar atas beras berkualitas itu menjadi posisi tawar bagi petani Lampung sebagai produsen beras berkualitas. Itu bisa dibuktikan lewat hasil survei BPS Juni 2017, harga gabah kering panen (GKP) tertinggi Rp5.000/kg dan terendah Rp4.000/kg, atau rata-rata Rp4.431/kg, di atas HPP Rp3.700/kg.
Jadi, petani tak boleh dirampas nilai tambah penjualan gabahnya rata-rata Rp731/kg dibanding HPP, sedang mayoritas konsumen tak elok dipaksa makan beras HET Rp9.000/kg akibat tak bisa lagi mendapatkan beras premium dan super. ***
Ketergantungan kelas menengah dan elite pada beras berkualitas terlihat terakhir setelah penggerebekan gudang beras merek Maknyus dan Cap Ayam Jago di Bekasi, Kamis (20/7/2017), harga beras Cap Ayam Jago yang semula Rp20.400/kg, karena konsumen takut kehabisan stok berebut di supermarket, Minggu (23/7/2017), harga beras Cap Ayam Jago naik jadi Rp25.380/kg di Giant Cilandak, Rp26.305 di Malang Town Square, dan Rp23.180 di supermarket Kemayoran. (Republika.co.id, 17/7/2017)
Kalau 60% kelas menengah dan elite cenderung mengonsumsi beras premium dan super, sedang 10% lapisan terbawah mendapat beras sejahtera (rastra), beras medium yang diberi HET Rp9.000/kg itu secara riil hanya terkait 30% populasi. Oleh karena itu, pemerintah diharap bersikap adil kepada mayoritas konsumen yang membutuhkan beras premium dan super, tidak diganggu pengadaan dan jual-belinya.
Perlindungan terhadap kebutuhan konsumen atas beras berkualitas itu dimulai dari pembeliannya dari petani produsen dengan harga sesuai kualitasnya. Petani produsen dijaga untuk tidak dipaksa menjual gabahnya dengan harga pembelian pemerintah (HPP).
Kebutuhan kelas menengah yang besar atas beras berkualitas itu menjadi posisi tawar bagi petani Lampung sebagai produsen beras berkualitas. Itu bisa dibuktikan lewat hasil survei BPS Juni 2017, harga gabah kering panen (GKP) tertinggi Rp5.000/kg dan terendah Rp4.000/kg, atau rata-rata Rp4.431/kg, di atas HPP Rp3.700/kg.
Jadi, petani tak boleh dirampas nilai tambah penjualan gabahnya rata-rata Rp731/kg dibanding HPP, sedang mayoritas konsumen tak elok dipaksa makan beras HET Rp9.000/kg akibat tak bisa lagi mendapatkan beras premium dan super. ***
0 komentar:
Posting Komentar