Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Daya Saing Indonesia Naik 5 Level!

PERINGKAT global daya saing Indonesia naik lima level dari peringkat 41 menjadi 36 untuk 2017/2018 dari 137 negara yang diperingkat World Economic Forum (WEF). Di ASEAN, peringkat Indonesia itu di bawah Singapura (3), Malaysia (23), dan Thailand (32).
Peringkat daya saing global itu merupakan hasil paduan dari sejumlah variabel yang juga diperingkat secara global, yakni kementerian dan lembaga (institutions) RI peringkat (47), infrastruktur (52), ekonomi makro (26), kesehatan dan pendidikan dasar (94), serta pendidikan tinggi dan pelatihan (64). Kemudian keadaan pasar (43), kondisi buruh (96), pengembangan pasar keuangan (37), kesiapan teknologi (80), kapasitas pasar (9), kondisi bisnis (32), dan inovasi (31) (detik-finance, 1/10/2017).
Dari peringkat global setiap variabel untuk daya saing Indonesia bisa dilihat faktor yang peringkatnya lebih baik dari daya saing (36) sebagai advantage yang perlu didorong agar lebih unggul lagi. Kemudian yang di bawah, apalagi yang jeblok, seperti kesehatan dan pendidikan dasar serta kondisi buruh, harus menjadi fokus perbaikan oleh segenap pemangku kepentingannya.
Tampak, yang menjadi faktor keunggulan daya saing kita hanya 4 dari 12 variabel, ekonomi makro (26), kapasitas pasar (9), kondisi bisnis (32), dan inovasi (31). Itu menunjukkan kita dituntut untuk bekerja jauh lebih keras guna meningkatkan lagi daya saing.
Betapa, pada posisi empat di ASEAN itu tidak jauh dari cerminan prestasi anak bangsa di SEA Games. Artinya, perbaikan daya saing itu tugas yang harus dilaksanakan secara komprehensif untuk perbaikan kondisi bangsa, dengan peringkat variabelnya menjadi takaran bobot penggarapannya.
Utamanya prioritas penggarapan empat hal terburuk, kondisi buruh, kesehatan dan pendidikan dasar, kesiapan teknologi, serta pendidikan tinggi dan pelatihan. Untuk kondisi buruh jangan lihat di Jakarta dan sekitar yang UMP-nya di atas Rp3 juta. Namun, lihat buruh di daerah-daerah, yang selain UMP-nya rendah, juga kondisi lingkungan kerjanya kebanyakan buruk.
Adapun kesehatan dan pendidikan dasar, meski pemerintah telah merasa maksimal mengatasinya, nyatanya penilaian global masih sedemikian rendahnya. Juga kesiapan teknologi serta pendidikan dan pelatihan, penilaian global itu pantas jadi bahan introspeksi bagi keefektifan kerja keras selama ini.
Akhirnya, di faktor median ada yang sudah jadi kebanggaan, infrastruktur dan birokrasi yang diregulasi dengan 12 paket kebijakan, tampak perlu penajaman. ***

0 komentar: