SEORANG pejabat Lampung Selatan akhirnya meminta maaf kepada keluarga nahdliyin atas pidatonya di Hari Santri, Minggu lalu, yang dinilai melecehkan warga nahdliyin. "Bahwa ucapan saya tersebut tidak bermaksud untuk menebar kebencian atau menyinggung ketua umum PBNU dan keluarga besar nahdliyin seluruh Indonesia," demikian permohonan maafnya di iklan surat kabar.
Bisa diyakini, permintaan maaf itu tulus dalam arti memang sebenarnya dia tidak punya niat sedikit pun untuk melecehkan ketua umum PBNU dan warga nahdliyin. Kemungkinannya, ia salah kutip dari video rekayasa di media sosial (medsos). Sebab, dasar protes warga nahdliyin adalah video penuh pernyataan Said Aqil Siroj yang isinya justru positif tentang jenggot (https://youtu.be/be_SVX8Fayg).
Peristiwa ini tentu membawa hikmah bagi masyarakat, terutama mereka yang gandrung menelan informasi mentah-mentah dari medsos. Di medsos memang sering muncul video hasil rekayasa, video orang bicara baik-baik dikerjai—diutak-atik—hingga ucapannya berubah jadi buruk dan negatif.
Masalah rekayasa terhadap vodeo di medsos itu tidaklah sederhana karena ada yang bukan semata keusilan seseorang. Namun, dilakukan oleh buzer terlatih yang terorganisasi sebagai kegiatan dengan modus tertentu, dari bersifat politis sampai komersial, seperti yang diduga dilakukan kelompok Saracen.
Untuk itu, kewaspadaan pengguna medsos diperlukan, agar tidak terjebak penilaian keliru atas isi video yang ditontonnya. Pengguna medsos dituntut lebih bijak untuk mengecek isi video tersebut dengan berusaha mencari sumber aslinya, agar bisa mendapat jaminan lebih kuat isi informasinya. Apalagi kalau isi informasi itu akan dipetik sebagai bahan pidato di depan publik, akurasi informasinya harus kuat.
Di sisi lain, para pengguna medsos juga harus menghindarkan diri dari mengutak-atik video atau isi medsos lainnya untuk diviralkan. Sebab, yang dilakukan oleh buzer terlatih saja—seperti Saracen—akhirnya terlacak juga. Apalagi kalau dilakukan oleh orang yang tidak terlatih, bisa cepat ketahuan pelakunya.
Seperti yang dilakukan M Ali Amin Said, warga Penengahan, Lampung Selatan, hanya karena usil menulis hal negatif tentang Kapolri di akun medsosnya, harus meringkuk 1 tahun dalam penjara sesuai vonis PN Tanjungkarang, Senin (23/10/2017). Hikmah vonis itu, agar pengguna medsos tidak mudah terpancing buzer ikut menebar kebencian. Apalagi mengutip karya buzer untuk pidato di lapangan. ***
Peristiwa ini tentu membawa hikmah bagi masyarakat, terutama mereka yang gandrung menelan informasi mentah-mentah dari medsos. Di medsos memang sering muncul video hasil rekayasa, video orang bicara baik-baik dikerjai—diutak-atik—hingga ucapannya berubah jadi buruk dan negatif.
Masalah rekayasa terhadap vodeo di medsos itu tidaklah sederhana karena ada yang bukan semata keusilan seseorang. Namun, dilakukan oleh buzer terlatih yang terorganisasi sebagai kegiatan dengan modus tertentu, dari bersifat politis sampai komersial, seperti yang diduga dilakukan kelompok Saracen.
Untuk itu, kewaspadaan pengguna medsos diperlukan, agar tidak terjebak penilaian keliru atas isi video yang ditontonnya. Pengguna medsos dituntut lebih bijak untuk mengecek isi video tersebut dengan berusaha mencari sumber aslinya, agar bisa mendapat jaminan lebih kuat isi informasinya. Apalagi kalau isi informasi itu akan dipetik sebagai bahan pidato di depan publik, akurasi informasinya harus kuat.
Di sisi lain, para pengguna medsos juga harus menghindarkan diri dari mengutak-atik video atau isi medsos lainnya untuk diviralkan. Sebab, yang dilakukan oleh buzer terlatih saja—seperti Saracen—akhirnya terlacak juga. Apalagi kalau dilakukan oleh orang yang tidak terlatih, bisa cepat ketahuan pelakunya.
Seperti yang dilakukan M Ali Amin Said, warga Penengahan, Lampung Selatan, hanya karena usil menulis hal negatif tentang Kapolri di akun medsosnya, harus meringkuk 1 tahun dalam penjara sesuai vonis PN Tanjungkarang, Senin (23/10/2017). Hikmah vonis itu, agar pengguna medsos tidak mudah terpancing buzer ikut menebar kebencian. Apalagi mengutip karya buzer untuk pidato di lapangan. ***
0 komentar:
Posting Komentar