LAMPUNG menjadi tuan rumah Olimpiade Sains Muhammadiyah Seluruh Indonesia 2017 yang akan berlangsung pada 26—29 Oktober di Bandar Lampung. Lebih dari 1.000 peserta akan berebut medali dalam 21 tangkai lomba dari jenjang SD, SMP, dan SMA.
Sains memang merupakan salah satu sisi yang menonjol dari Muhammadiyah. Selain fokus pengabdian masyarakatnya pada pendidikan dan kesehatan, dalam menetapkan awal Ramadan misalnya, Muhammadiyah teguh pada hasil hisab menurut sains.
Olimpiade sains, juga bukan hal asing bagi Muhammadiyah. Dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN), banyak siswa dari sekolah Muhammadiyah menjadi peserta mewakili provinsinya. Bukan sekadar menjadi peserta, melainkan menyabet medali emas dan meraih tiket ke olimpiade sains internasional.
Salah satu contohnya Satria Widyanto, siswa Kelas XII IPA-1 Madrasah Mu'alimin Muhammadiyah Yogyakarta, meraih medali emas untuk bidang fisika dalam OSN-XVI di Pekanbaru 2—8 Juli 2017. Ini medali emas kelima bagi Satria dari berbagai lomba tingkat nasional lainnya, antara lain dari Kompetisi Sains Madrasah (KSM) Nasional 2016. Lewat OSN Pekanbaru itu pula, Satria meraih tiket untuk mengikuti olimpiade sains internasional. (Muhammadiyah.or.id, 8/7/2017)
Sedang untuk tingkat SD, dari OSN Pekanbaru mencuat nama Arimbi Kurniasari siswi SD Muhammadiyah Boyolali, Jawa Tengah. Sebelum ke OSN Pekanbaru, Arimbi telah menjadi finalis jurusan fisika Olimpiade IPA UNNES.
Dari pengalaman berbagai olimpiade sains, peran guru pendamping yang sekaligus melakukan pembimbingan terhadap murid cerdas, merupakan dimensi pendidikan terpenting. Karena, guru pembimbing untuk anak-anak genius itu bukan sekadar mencekoki anak dengan teori dan rumus. Tapi lebih penting mengeksplorasi kelebihan sang anak hingga mampu melahirkan teori atau rumus baru. Itulah level olimpiade sains.
Untuk itu, layak jadi bandingan pengalaman Arif Alfatah, pembimbing fisika Satria Widiyanto di Madrasah Mu'alimin Yogya. Menurut Arif, bekal terpenting yang dimiliki Arif adalah ketekunan dan kemauan kuat dalam belajar sehingga mudah menangkap arahan yang diberikan pembimbing untuk secara autodidak belajar mandiri.
"Pembimbing hanya sedikit memberi bimbingan, arahan, dan masukan serta memfasilitasi apa yang diperlukan, tapi Satria mampu berusaha secara maksimal melebihi apa yang diharapkan," ungkap Arif.
Itulah olimpiade sains, mendorong murid untuk lebih tekun, berkemauan keras, dan berusaha maksimal dalam belajar. ***
Olimpiade sains, juga bukan hal asing bagi Muhammadiyah. Dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN), banyak siswa dari sekolah Muhammadiyah menjadi peserta mewakili provinsinya. Bukan sekadar menjadi peserta, melainkan menyabet medali emas dan meraih tiket ke olimpiade sains internasional.
Salah satu contohnya Satria Widyanto, siswa Kelas XII IPA-1 Madrasah Mu'alimin Muhammadiyah Yogyakarta, meraih medali emas untuk bidang fisika dalam OSN-XVI di Pekanbaru 2—8 Juli 2017. Ini medali emas kelima bagi Satria dari berbagai lomba tingkat nasional lainnya, antara lain dari Kompetisi Sains Madrasah (KSM) Nasional 2016. Lewat OSN Pekanbaru itu pula, Satria meraih tiket untuk mengikuti olimpiade sains internasional. (Muhammadiyah.or.id, 8/7/2017)
Sedang untuk tingkat SD, dari OSN Pekanbaru mencuat nama Arimbi Kurniasari siswi SD Muhammadiyah Boyolali, Jawa Tengah. Sebelum ke OSN Pekanbaru, Arimbi telah menjadi finalis jurusan fisika Olimpiade IPA UNNES.
Dari pengalaman berbagai olimpiade sains, peran guru pendamping yang sekaligus melakukan pembimbingan terhadap murid cerdas, merupakan dimensi pendidikan terpenting. Karena, guru pembimbing untuk anak-anak genius itu bukan sekadar mencekoki anak dengan teori dan rumus. Tapi lebih penting mengeksplorasi kelebihan sang anak hingga mampu melahirkan teori atau rumus baru. Itulah level olimpiade sains.
Untuk itu, layak jadi bandingan pengalaman Arif Alfatah, pembimbing fisika Satria Widiyanto di Madrasah Mu'alimin Yogya. Menurut Arif, bekal terpenting yang dimiliki Arif adalah ketekunan dan kemauan kuat dalam belajar sehingga mudah menangkap arahan yang diberikan pembimbing untuk secara autodidak belajar mandiri.
"Pembimbing hanya sedikit memberi bimbingan, arahan, dan masukan serta memfasilitasi apa yang diperlukan, tapi Satria mampu berusaha secara maksimal melebihi apa yang diharapkan," ungkap Arif.
Itulah olimpiade sains, mendorong murid untuk lebih tekun, berkemauan keras, dan berusaha maksimal dalam belajar. ***
0 komentar:
Posting Komentar