PEMERINTAH Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam akan menutup operasional bank konvensional. Langkah ini dilakukan setelah qanun atau peraturan daerah (perda) tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) disahkan. Nantinya di provinsi itu hanya ada bank-bank syariah.
Untuk bisa efektif berlaku, perda ini masih membutuhkan persetujuan sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).
Kantor berita Antara, Rabu (22/11/2017), melaporkan dalam qanun itu nantinya tetap ada lembaga keuangan tertentu di Aceh yang menganut sistem konvensional untuk melayani nasabah nonmuslim. Targetnya, qanun ini disahkan paling lambat akhir 2017.
Pemprov Aceh menilai lembaga keuangan konvensional yang selama ini beroperasi menganut sistem riba, sehingga bertentangan dengan Aceh yang menerapkan syariat secara sempurna (kafah).
Menanggapi qanun ini, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso berharap agar perbankan di Aceh bisa menyesuaikan. "Sekarang produk syariah banyak. Kami berharap masyarakat dan pengusaha bisa menyesuaikan," ujar Wimboh. (Kontan, 22/11/2017)
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Krisriyana mengaku masih akan mempelajari isi qanun tentang rencana penutupan bank konvensional di Aceh. "Kita lihat dulu aturannya seperti apa," kata Heru. Terkait aturan itu, ia harapkan bank konvensional di Aceh bisa melakukan penyesuaian.
Adanya qanun yang mengubah sistem perbankan konvensional di Aceh menjadi perbankan syariah semestinya disambut baik masyarakat perbankan nasional. Sebab, hampir semua bank konvensional di Indonesia, termasuk bank asing seperti Citibank dan HSBC, sudah memiliki unit syariah. Dengan begitu, semua bank konvensional yang ada di Aceh tinggal mengubah ke sistem syariah operasional dan labelnya.
Bagi perbankan maupun nasabah sebenarnya lebih nyaman bekerja dengan sistem syariah, karena semua kontrak atau perjanjian dan labanya sudah ditetapkan di depan pada perjanjian awal. Sehingga semua dilakukan dengan cara jual-beli yang jelas, tidak ada lagi spekulasi, seperti perubahan suku bunga di tengah jalan pada sistem konvensional.
Selain itu tergantung pada ketentuan dalam qanun, apakah perubahan dilakukan secara total atau dengan sistem peralihan. Kalau berlaku total, berarti semua kontrak (kredit) diubah dalam pola jual-beli saat berlakunya sistem baru. Kalau peralihan, kontrak lama berlaku sampai habis masanya, hanya kontrak baru yang memakai sistem syariah. ***
Kantor berita Antara, Rabu (22/11/2017), melaporkan dalam qanun itu nantinya tetap ada lembaga keuangan tertentu di Aceh yang menganut sistem konvensional untuk melayani nasabah nonmuslim. Targetnya, qanun ini disahkan paling lambat akhir 2017.
Pemprov Aceh menilai lembaga keuangan konvensional yang selama ini beroperasi menganut sistem riba, sehingga bertentangan dengan Aceh yang menerapkan syariat secara sempurna (kafah).
Menanggapi qanun ini, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso berharap agar perbankan di Aceh bisa menyesuaikan. "Sekarang produk syariah banyak. Kami berharap masyarakat dan pengusaha bisa menyesuaikan," ujar Wimboh. (Kontan, 22/11/2017)
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Krisriyana mengaku masih akan mempelajari isi qanun tentang rencana penutupan bank konvensional di Aceh. "Kita lihat dulu aturannya seperti apa," kata Heru. Terkait aturan itu, ia harapkan bank konvensional di Aceh bisa melakukan penyesuaian.
Adanya qanun yang mengubah sistem perbankan konvensional di Aceh menjadi perbankan syariah semestinya disambut baik masyarakat perbankan nasional. Sebab, hampir semua bank konvensional di Indonesia, termasuk bank asing seperti Citibank dan HSBC, sudah memiliki unit syariah. Dengan begitu, semua bank konvensional yang ada di Aceh tinggal mengubah ke sistem syariah operasional dan labelnya.
Bagi perbankan maupun nasabah sebenarnya lebih nyaman bekerja dengan sistem syariah, karena semua kontrak atau perjanjian dan labanya sudah ditetapkan di depan pada perjanjian awal. Sehingga semua dilakukan dengan cara jual-beli yang jelas, tidak ada lagi spekulasi, seperti perubahan suku bunga di tengah jalan pada sistem konvensional.
Selain itu tergantung pada ketentuan dalam qanun, apakah perubahan dilakukan secara total atau dengan sistem peralihan. Kalau berlaku total, berarti semua kontrak (kredit) diubah dalam pola jual-beli saat berlakunya sistem baru. Kalau peralihan, kontrak lama berlaku sampai habis masanya, hanya kontrak baru yang memakai sistem syariah. ***
0 komentar:
Posting Komentar