CHIEF Executive Officer (CEO) Tokopedia William Tanuwijaya menyangkal anggapan pesatnya pertumbuhan e-commerce di Indonesia menjadi penyebab menurunnya industri ritel, khususnya ritel konvensional. Sebab, menurut dia, saat ini transaksi e-commerce di Indonesia baru sebesar 1% dari total transaksi jual-beli sektor ritel keseluruhan di Indonesia.
"Sekilas terlihat perkembangan e-commerce akhir-akhir ini sangat pesat. Tapi berdasarkan data PwC research and insight, tahun lalu kontribusi transaksi e-commerce terhadap total (transaksi) retel di Indonesia baru 1%. Artinya, di Indonesia hanya 1 dari 100 transaksi dilakukan secara online," ujar William. (Kompas.com, 16/10/2017)
Menurut William, dibandingkan dengan di Tiongkok dan Amerika Serikat, transaksi e-commerce di Indonesia masih kecil. "Di Amerika Serikat dan Tiongkok angkanya sudah mencapai 14%. Jadi 1 dari 7 transaksi sudah dilakukan secara online," tambahnya.
Kesan e-commerce menjadi pengalihan belanja dari ritel konvensional sehingga omzet ritel menurun, salah satunya pada tulisan Renald Kasali (Kompas.com, 29/7/2017). Kesan itu juga mencari jawaban sebenarnya menurunnya omzet ritel bukan semata akibat terpuruknya daya beli masyarakat.
Kesan itu dipetik oleh pemerintah untuk retorika menangkis tudingan adanya penurunan daya beli. Bukan daya beli yang turun, melainkan pergeseran kebiasaan orang belanja dari ritel ke daring.
Fakta yang dikemukakan William kontribusi e-commerce baru 1% itu, mengingatkan pada pernyataan Perry Tristianto, raja bisnis factory outlet (FO) yang dikutip tulisan Renald Kasali di atas. Bahwa penurunan penjualan FO yang terus memburuk dari tahun ke tahun terjadi akibat perubahan gaya hidup masyarakat.
Perubahan gaya hidup itu bisa beralih belanja ke daring. Tapi itu hanya salah satunya, pernyataan Perry terbuka untuk banyak gaya hidup kekinian.
Salah satu gaya hidup kekinian dikemukakan Kepala BPS Suhariyanto saat merilis pertumbuhan ekonomi Kuartal II 2017, orang-orang berduit cenderung menahan diri dari membelanjakan uangnya, tapi lebih baik menyimpan uangnya di bank. Itu tampak pada pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) di perbankan, seperti di BNI pada kuartal III 2017 DPK tumbuh 19,6% (Tribunnews, 12/10/2017).
Rangkaian fakta itu menunjukkan, turunnya omzet ritel bukan semata karena e-commerce, juga bukan pertanda daya beli merosot, tapi akibat perubahan gaya hidup yang beranjak meninggalkan konsumerisme. ***
Menurut William, dibandingkan dengan di Tiongkok dan Amerika Serikat, transaksi e-commerce di Indonesia masih kecil. "Di Amerika Serikat dan Tiongkok angkanya sudah mencapai 14%. Jadi 1 dari 7 transaksi sudah dilakukan secara online," tambahnya.
Kesan e-commerce menjadi pengalihan belanja dari ritel konvensional sehingga omzet ritel menurun, salah satunya pada tulisan Renald Kasali (Kompas.com, 29/7/2017). Kesan itu juga mencari jawaban sebenarnya menurunnya omzet ritel bukan semata akibat terpuruknya daya beli masyarakat.
Kesan itu dipetik oleh pemerintah untuk retorika menangkis tudingan adanya penurunan daya beli. Bukan daya beli yang turun, melainkan pergeseran kebiasaan orang belanja dari ritel ke daring.
Fakta yang dikemukakan William kontribusi e-commerce baru 1% itu, mengingatkan pada pernyataan Perry Tristianto, raja bisnis factory outlet (FO) yang dikutip tulisan Renald Kasali di atas. Bahwa penurunan penjualan FO yang terus memburuk dari tahun ke tahun terjadi akibat perubahan gaya hidup masyarakat.
Perubahan gaya hidup itu bisa beralih belanja ke daring. Tapi itu hanya salah satunya, pernyataan Perry terbuka untuk banyak gaya hidup kekinian.
Salah satu gaya hidup kekinian dikemukakan Kepala BPS Suhariyanto saat merilis pertumbuhan ekonomi Kuartal II 2017, orang-orang berduit cenderung menahan diri dari membelanjakan uangnya, tapi lebih baik menyimpan uangnya di bank. Itu tampak pada pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) di perbankan, seperti di BNI pada kuartal III 2017 DPK tumbuh 19,6% (Tribunnews, 12/10/2017).
Rangkaian fakta itu menunjukkan, turunnya omzet ritel bukan semata karena e-commerce, juga bukan pertanda daya beli merosot, tapi akibat perubahan gaya hidup yang beranjak meninggalkan konsumerisme. ***
0 komentar:
Posting Komentar