TIM
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) membuat kejutan. Ketika Fredrich,
pengacara Ketua DPR Setya Novanto, mengatakan kondisi Novanto sangat
lemah, selalu tertidur ngorok dan muntah (gambaran orang gegar
otak), sesuai hasil diagnosis tim dokter IDI justru memastikan kondisi
Novanto sudah tidak perlu perawatan inap lagi, bisa menjalani
pemeriksaan KPK dan dipindah ke tahanan.
Terbukti, setelah dibawa ke KPK dengan rompi orange, Novanto mampu menjalani pemeriksaan pendahuluan oleh KPK selama satu setengah jam. Bahkan, usai pemeriksaan KPK pada dini hari itu, Novanto masih memberikan keterangan pers. Ia permasalahkan penahanannya, karena menurut dia, dia tidak pernah mangkir dari panggilan KPK. Sebab, setiap ada panggilan ia jawab secara tertulis bahwa ia tidak bisa hadir.
Saat itu pula ia mengatakan akan meminta perlindungan kepada presiden, kapolri, dan jaksa agung. Namun, di sisi lain, sehari sebelumnya Presiden Joko Widodo melalui media televisi secara tegas mengatakan agar Setya Novanto mengikuti proses hukum. Dengan pernyataan presiden sedemikian, kapolri, dan jaksa agung pun selaku bawahan presiden tidak mungkin memenuhi permintaan Novanto itu.
Dengan hasil pemeriksaan tim dokter IDI itu, kekhawatiran publik pemeriksaan kasus KTP-el akan terhambat oleh kondisi seperti pernah dikatakan pengacaranya, yakni jika Novanto mengatakan dia tidak sehat, sebab itu pemeriksaan tidak bisa dilakukan, pernyataan Novanto tidak sehat itu kini bisa dimentahkan oleh hasil pemeriksaan dokter.
Selain dibutuhkan untuk terpenuhinya proses hukum, pemeriksaan terhadap Novanto itu sebenarnya juga amat penting bagi Novanto sendiri. Setidaknya untuk membela diri dalam proses hukum yang sedang dihadapinya.
Apalagi kalau keterangan mayoritas terpidana, terdakwa, dan tersangka lain yang masih dalam proses kasus korupsi KTP-el mengarah ke dirinya sebagai salah satu pemain penting dalam kasusnya, Novanto justru membutuhkan forum hukum formal untuk membantah semua tudingan itu. Tanpa bantahan Novanto di forum formal proses hukum, keterangan dua saksi atau lebih yang sama isinya mengenai peran Novanto, bisa langsung menjeratnya.
Jadi, aneh kalau Novanto cenderung berusaha menghindari proses hukum. Karena, dengan usahanya menghindari proses hukum itu, kesempatan meluruskan masalah sesuai versinya, malah tereduksi. Usaha menghindar itu justru bisa berakibat jika terpeleset masuk tahanan, tidak akan bisa keluar lagi sampai usainya proses pidana. ***
http://www.lampost.co/berita-dokter-kirim-novanto-ke-tahanan
Terbukti, setelah dibawa ke KPK dengan rompi orange, Novanto mampu menjalani pemeriksaan pendahuluan oleh KPK selama satu setengah jam. Bahkan, usai pemeriksaan KPK pada dini hari itu, Novanto masih memberikan keterangan pers. Ia permasalahkan penahanannya, karena menurut dia, dia tidak pernah mangkir dari panggilan KPK. Sebab, setiap ada panggilan ia jawab secara tertulis bahwa ia tidak bisa hadir.
Saat itu pula ia mengatakan akan meminta perlindungan kepada presiden, kapolri, dan jaksa agung. Namun, di sisi lain, sehari sebelumnya Presiden Joko Widodo melalui media televisi secara tegas mengatakan agar Setya Novanto mengikuti proses hukum. Dengan pernyataan presiden sedemikian, kapolri, dan jaksa agung pun selaku bawahan presiden tidak mungkin memenuhi permintaan Novanto itu.
Dengan hasil pemeriksaan tim dokter IDI itu, kekhawatiran publik pemeriksaan kasus KTP-el akan terhambat oleh kondisi seperti pernah dikatakan pengacaranya, yakni jika Novanto mengatakan dia tidak sehat, sebab itu pemeriksaan tidak bisa dilakukan, pernyataan Novanto tidak sehat itu kini bisa dimentahkan oleh hasil pemeriksaan dokter.
Selain dibutuhkan untuk terpenuhinya proses hukum, pemeriksaan terhadap Novanto itu sebenarnya juga amat penting bagi Novanto sendiri. Setidaknya untuk membela diri dalam proses hukum yang sedang dihadapinya.
Apalagi kalau keterangan mayoritas terpidana, terdakwa, dan tersangka lain yang masih dalam proses kasus korupsi KTP-el mengarah ke dirinya sebagai salah satu pemain penting dalam kasusnya, Novanto justru membutuhkan forum hukum formal untuk membantah semua tudingan itu. Tanpa bantahan Novanto di forum formal proses hukum, keterangan dua saksi atau lebih yang sama isinya mengenai peran Novanto, bisa langsung menjeratnya.
Jadi, aneh kalau Novanto cenderung berusaha menghindari proses hukum. Karena, dengan usahanya menghindari proses hukum itu, kesempatan meluruskan masalah sesuai versinya, malah tereduksi. Usaha menghindar itu justru bisa berakibat jika terpeleset masuk tahanan, tidak akan bisa keluar lagi sampai usainya proses pidana. ***
http://www.lampost.co/berita-dokter-kirim-novanto-ke-tahanan
0 komentar:
Posting Komentar