Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Mencegah Isu SARA Pilkada 2018

USAHA mencegah dan meredam isu terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sepanjang proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018 mutlak dilakukan. Sebab, jika isu SARA merebak, bisa menyulut kerusuhan.
Untuk itu, perlu disimak kemungkinan munculnya isu SARA dalam kegiatan media komunikasi dan informasi. Di jalur media mainstream, media cetak, radio, dan televisi beserta jaringan online pendukungnya, kecil sekali kemungkinan muncul isu SARA. Ini karena media mainstream umumnya telah dikelola profesional dalam arti selalu taat pada kode etik jurnalistik.
Sedangkan melalui jalur media berita online, khususnya yang telah terverifikasi Dewan Pers, kemungkinan munculnya isu SARA juga kecil. Sebab, media online yang telah diverifikasi Dewan Pers, pemimpin redaksi, dan penanggung jawabnya telah lulus uji kompetensi wartawan (UKW) yang diselenggarakan Dewan Pers. Media online yang belum terverifikasi Dewan Pers umumnya juga sedang dalam proses verifikasi, sehingga mereka menjaga diri untuk tidak melanggar hukum.
Kemungkinan munculnya isu SARA tinggal dari media sosial. Sejauh pengamatan di Lampung belakangan ini, share isu-isu berbau SARA oleh warganet lokal relatif tidak berarti. Kadang muncul share atas pernyataan yang cenderung negatif mengenai pemerintah, seperti antek asing, antek aseng, dan lainnya, tapi karena telah terlalu sering di-share, pembaca jadi imun. Enggak ngaruh lagi.
Demikian pengamatan kita sejauh ini. Dan itu, bisa jadi, karena ada cyber army pihak berwajib yang telah bekerja efektif menyaring konten bersifat negatif. Jadi warganet kini sudah mendapatkan konten media sosial yang lebih tersaring.
Ke depan, kerja cyber army itu tentu akan semakin baik lagi, terutama karena kelompok bayaran penyebar isu negatif seperti Saracen telah digulung yang berwajib, juga pemain solo penyebar ujaran kebencian sudah dipidana. Efek jeranya terasa dengan berkurangnya caci maki di media sosial.
Selain share dari pembuat konten asal luar daerah, pemain lokal yang membuat konten negatif relatif terbatas. Itu pun hanya di Facebook. Di Instagram orang lebih suka memajang foto selfie wajahnya yang cantik atau tampan. Sedang di WAG, orang share justru artikel positif untuk menambah pengetahuan.
Begitu pun, kalau nanti dekat-dekat hari H pilkada muncul juga isu SARA, pasti akan dikeroyok media mainstream dan media berita online yang belakangan sudah terlatih sebagai pasukan antihoaks. ***

0 komentar: