MANTAN anggota DPR (2009—2014), Miryam S Haryani, divonis 5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (13/11/2017), untuk keterangannya yang tidak benar sebagai saksi dalam sidang tindak pidana korupsi. Miryam juga diwajibkan membayar denda Rp200 juta atau hukuman pengganti 3 bulan penjara.
"Menyatakan terdakwa Miryam S Haryani telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam perkara tindak pidana korupsi," kata Ketua Majelis Hakim Franky Tambun di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat (Tempo.co, 13/11/2017).
Saat menjadi saksi untuk kasus korupsi KTP-el atas dua terdakwa, Irman dan Sugiharto, Miryam mencabut semua keterangan yang pernah diberikan dalam berita acara pemeriksaan penyidikan (BAP). Ia mengaku telah mengarang cerita saat diperiksa tiga penyidik KPK, yaitu Novel Baswedan, Ambarita Damanik, dan MI Susanto. Alasannya, kata Miryam, ia merasa stres dan tertekan kala diperiksa penyidik sehingga akhirnya mengarang cerita dalam BAP.
Isi BAP tersebut antara lain terkait penerimaan uang dari Sugiharto, (mantan) Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil.
Dalam berkas tuntutannya, jaksa menilai Miryam yang mengaku mendapat tekanan dari penyidik saat pemeriksaan, merekayasa seluruh keterangannya dalam persidangan. "Berdasarkan alat bukti dan keterangan saksi, para penyidik tidak pernah memberikan tekanan," ujar jaksa KPK di sidang Tipikor.
Menurut penyidik KPK, Amabarita Damanik, Novel Baswedan, dan MI Susanto, Miryam selalu diberi kesempatan membaca, memeriksa, dan mengoreksi berita acara pemeriksaan (BAP) sebelum ditandatangani.
Ahli hukum pidana dan ahli psikologi forensik yang melakukan observasi dan memberikan keterangan di persidangan meyakini bahwa tidak ada penekanan yang dilakukan penyidik terhadap Miryam. Melalui video pemeriksaan yang diputar di persidangan, terlihat jelas bahwa proses pemeriksaan berjalan santai.
Vonis 5 tahun penjara terhadap Miryam ini, meski lebih ringan dari tuntutan jaksa 8 tahun penjara tambah denda Rp300 juta, cukup memadai untuk dijadikan pelajaran dengan efek jera untuk tidak memberi keterangan palsu atau keterangan tidak benar saat menjadi saksi di sidang pengadilan. Sebab, keterangan palsu atau tidak benar dalam sidang pengadilan bisa mengacaukan keadilan, apalagi yang dengan sengaja dilakukan untuk menutupi kejahatan. ***
Saat menjadi saksi untuk kasus korupsi KTP-el atas dua terdakwa, Irman dan Sugiharto, Miryam mencabut semua keterangan yang pernah diberikan dalam berita acara pemeriksaan penyidikan (BAP). Ia mengaku telah mengarang cerita saat diperiksa tiga penyidik KPK, yaitu Novel Baswedan, Ambarita Damanik, dan MI Susanto. Alasannya, kata Miryam, ia merasa stres dan tertekan kala diperiksa penyidik sehingga akhirnya mengarang cerita dalam BAP.
Isi BAP tersebut antara lain terkait penerimaan uang dari Sugiharto, (mantan) Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil.
Dalam berkas tuntutannya, jaksa menilai Miryam yang mengaku mendapat tekanan dari penyidik saat pemeriksaan, merekayasa seluruh keterangannya dalam persidangan. "Berdasarkan alat bukti dan keterangan saksi, para penyidik tidak pernah memberikan tekanan," ujar jaksa KPK di sidang Tipikor.
Menurut penyidik KPK, Amabarita Damanik, Novel Baswedan, dan MI Susanto, Miryam selalu diberi kesempatan membaca, memeriksa, dan mengoreksi berita acara pemeriksaan (BAP) sebelum ditandatangani.
Ahli hukum pidana dan ahli psikologi forensik yang melakukan observasi dan memberikan keterangan di persidangan meyakini bahwa tidak ada penekanan yang dilakukan penyidik terhadap Miryam. Melalui video pemeriksaan yang diputar di persidangan, terlihat jelas bahwa proses pemeriksaan berjalan santai.
Vonis 5 tahun penjara terhadap Miryam ini, meski lebih ringan dari tuntutan jaksa 8 tahun penjara tambah denda Rp300 juta, cukup memadai untuk dijadikan pelajaran dengan efek jera untuk tidak memberi keterangan palsu atau keterangan tidak benar saat menjadi saksi di sidang pengadilan. Sebab, keterangan palsu atau tidak benar dalam sidang pengadilan bisa mengacaukan keadilan, apalagi yang dengan sengaja dilakukan untuk menutupi kejahatan. ***
0 komentar:
Posting Komentar