HASIL jajak pendapat Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) yang dilaksanakan 22—24 Oktober 2016 ternyata kini jadi lebih relevan karena gejalanya justru cenderung memburuk, yakni temuan menurunnya nilai-nilai kepahlawanan dalam masyarakat dan elite politik pada jajak pendapat tersebut. Tercatat, lebih separuh responden (50,6%) mengungkapkan hal itu.
Lebih spesifik lagi, 46,2% responden mengungkap nilai-nilai kepahlawanan dalam profesi tokoh politik, termasuk anggota DPR, masih lemah (Kompas.com, 8/11/2016). Betapa lebih parah lagi hal itu ketika sepanjang 2017 DPR “ngeribeti” KPK, padahal usaha memberantas korupsi bahkan keberanian melaporkan kasus korupsi saja sudah masuk kriteria nilai kepahlawanan masa kini.
Konon lagi sampai ada anggota legislatif yang mengajak duel wartawan untuk membuktikan bahwa diri sang politikus dahulunya preman, betapa parahnya nilai kepahlawanan elite politik kita kini.
Masalah itu layak jadi sorotan di Hari Pahlawan ini karena nilai-nilai kepahlawanan sebagai aktualisasi moralitas dan karakter, pewarisannya dari generasi terdahulu ke generasi penerusnya, terutama sekali melalui keteladanan. Kalau teladannya sedemikian buruk, tidak dapat dibayangkan bakal jadi seperti apa generasi penerusnya.
Namun, harus bagaimana menanamkan kembali nilai-nilai kepahlawanan di kalangan elite politik yang justru telah menjadi model gaya hidup bagi masyarakat bangsanya dewasa ini. Apalagi kalau kritik masyarakat, utamanya kritik faktual yang cerdas dan bernas melalui media massa bukan saja sudah tidak mempan, malah disebut bodoh. Artinya, elite politik sudah sampai pada sikap antikritik yang kalap!
Sebab itu, kita peringatilah Hari Pahlawan tahun ini dengan rasa keprihatinan yang mendalam, tanpa bisa mendapatkan teladan nilai-nilai kepahlawanan dari elite politik.
Namun, janganlah berputus asa. Kehidupan tidaklah berdimensi tunggal. Kita tinggalkan para politikus mabuk kekuasaan dan beralih ke dunia pendidikan dengan masih kita temukan benih-benih yang murni dan jernih. Meski harus dijaga agar harapan masa depan itu, tidak terkontaminasi nilai-nilai yang buruk tadi.
Dan itu dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai kepahlawanan masa kini, dalam kerangka besar nasionalisme dan patriotisme, berlandaskan kejujuran, rela berkorban, lebih mengutamakan kepentingan orang banyak dengan tidak mementingkan diri sendiri, seperti diteladankan bapak dan ibu guru, pahlawan tanpa tanda jasa. ***
Konon lagi sampai ada anggota legislatif yang mengajak duel wartawan untuk membuktikan bahwa diri sang politikus dahulunya preman, betapa parahnya nilai kepahlawanan elite politik kita kini.
Masalah itu layak jadi sorotan di Hari Pahlawan ini karena nilai-nilai kepahlawanan sebagai aktualisasi moralitas dan karakter, pewarisannya dari generasi terdahulu ke generasi penerusnya, terutama sekali melalui keteladanan. Kalau teladannya sedemikian buruk, tidak dapat dibayangkan bakal jadi seperti apa generasi penerusnya.
Namun, harus bagaimana menanamkan kembali nilai-nilai kepahlawanan di kalangan elite politik yang justru telah menjadi model gaya hidup bagi masyarakat bangsanya dewasa ini. Apalagi kalau kritik masyarakat, utamanya kritik faktual yang cerdas dan bernas melalui media massa bukan saja sudah tidak mempan, malah disebut bodoh. Artinya, elite politik sudah sampai pada sikap antikritik yang kalap!
Sebab itu, kita peringatilah Hari Pahlawan tahun ini dengan rasa keprihatinan yang mendalam, tanpa bisa mendapatkan teladan nilai-nilai kepahlawanan dari elite politik.
Namun, janganlah berputus asa. Kehidupan tidaklah berdimensi tunggal. Kita tinggalkan para politikus mabuk kekuasaan dan beralih ke dunia pendidikan dengan masih kita temukan benih-benih yang murni dan jernih. Meski harus dijaga agar harapan masa depan itu, tidak terkontaminasi nilai-nilai yang buruk tadi.
Dan itu dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai kepahlawanan masa kini, dalam kerangka besar nasionalisme dan patriotisme, berlandaskan kejujuran, rela berkorban, lebih mengutamakan kepentingan orang banyak dengan tidak mementingkan diri sendiri, seperti diteladankan bapak dan ibu guru, pahlawan tanpa tanda jasa. ***
0 komentar:
Posting Komentar