SEUSAI KPK menetapkan kembali Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi KTP-elektronik (KTP-el), Novanto melalui pengacaranya, Fredrich Yunadi, menyerang balik KPK dengan melaporkan pimpinan dan penyidik KPK atas dugaan tindak pidana yang dilakukan dalam jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 jo Pasal 421 KUHP ke Bareskrim Polri.
"Di sini yang kami laporkan ada Agus Rahardjo, Aris Budiman, Saut Situmorang, dan A Damanik," kata Fredrich. Para terlapor dituduh melawan putusan pengadilan. "Dalam putusan praperadilan Nomor 3 yang menyatakan, memerintahkan, ingat memerintahkan, termohon dalam hal ini KPK untuk menghentikan penyidikan terhadap Pak SN, sebagaimana Sprindik Nomor 56," ujar Fredrich (Kompas.com, 10/11/2017).
Soal pasal KUHP yang dikenakan dalam laporan ke Bareskrim itu, Fredrich berkata, "Di mana 414 itu barang siapa melawan putusan pengadilan, diancam hukuman penjara 9 tahun. Pasal 421, barang siapa menyalahgunakan kekuasaannya diancam satu tahun delapan bulan."
KPK menerbitkan sprindik baru dan menetapkan Novanto kembali sebagai tersangka kasus korupsi KTP-el setelah praperadilan memenangkan gugatan Novanto, berdasarkan prinsip bahwa praperadilan hanya terkait status tersangka, tidak menggugurkan pokok perkaranya dan kewenangan penyidik menetapkan sprindik dan tersangkanya kembali. Hal ini juga diatur dalam Pasal 2 Ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung No. 4/2016.
Sementara alat bukti yang telah dipakai dalam satu perkara tidak boleh digunakan lagi dalam kasus selanjutnya seperti ditetapkan Hakim Cepi Iskandar dalam putusan praperadilan memenangkan Novanto, oleh Mahkamah Konstitusi (MK) telah dikoreksi lewat putusan uji materi tertanggal 10 Oktober 2017. Artinya, jurisrudensi putusan Hakim Cepi tidak berlaku, alat bukti yang pernah dipakai dalam satu perkara tetap bisa dipakai untuk kasus selanjutnya.
Dalam putusan itu, MK juga menetapkan praperadilan hanya berkenaan dengan prosedur tata cara penanganan tersangka. Praperadilan tidak serta-merta menutup peluang bagi penyidik untuk kembali melakukan pendalaman kasus dan menerbitkan sprindik agar orang yang diindikasi terlibat perkara tersebut kembali ditetapkan sebagai tersangka.
Fredrich mengakui adanya putusan MK itu, KPK bisa menetapkan orang jadi tersangka lagi. "Tapi kan ini ada perintah, memerintahkan (dihentikan). Itu harus diperhatikan," kata dia.
Nah, ada saja celah buat Novanto untuk menyerang balik KPK. ***
Soal pasal KUHP yang dikenakan dalam laporan ke Bareskrim itu, Fredrich berkata, "Di mana 414 itu barang siapa melawan putusan pengadilan, diancam hukuman penjara 9 tahun. Pasal 421, barang siapa menyalahgunakan kekuasaannya diancam satu tahun delapan bulan."
KPK menerbitkan sprindik baru dan menetapkan Novanto kembali sebagai tersangka kasus korupsi KTP-el setelah praperadilan memenangkan gugatan Novanto, berdasarkan prinsip bahwa praperadilan hanya terkait status tersangka, tidak menggugurkan pokok perkaranya dan kewenangan penyidik menetapkan sprindik dan tersangkanya kembali. Hal ini juga diatur dalam Pasal 2 Ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung No. 4/2016.
Sementara alat bukti yang telah dipakai dalam satu perkara tidak boleh digunakan lagi dalam kasus selanjutnya seperti ditetapkan Hakim Cepi Iskandar dalam putusan praperadilan memenangkan Novanto, oleh Mahkamah Konstitusi (MK) telah dikoreksi lewat putusan uji materi tertanggal 10 Oktober 2017. Artinya, jurisrudensi putusan Hakim Cepi tidak berlaku, alat bukti yang pernah dipakai dalam satu perkara tetap bisa dipakai untuk kasus selanjutnya.
Dalam putusan itu, MK juga menetapkan praperadilan hanya berkenaan dengan prosedur tata cara penanganan tersangka. Praperadilan tidak serta-merta menutup peluang bagi penyidik untuk kembali melakukan pendalaman kasus dan menerbitkan sprindik agar orang yang diindikasi terlibat perkara tersebut kembali ditetapkan sebagai tersangka.
Fredrich mengakui adanya putusan MK itu, KPK bisa menetapkan orang jadi tersangka lagi. "Tapi kan ini ada perintah, memerintahkan (dihentikan). Itu harus diperhatikan," kata dia.
Nah, ada saja celah buat Novanto untuk menyerang balik KPK. ***
0 komentar:
Posting Komentar