Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

DPR Dipimpin Seorang Tahanan!

LEMBAGA tinggi negara representasi dari 250 juta rakyat Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kini dipimpin seorang tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tetapi, para anggota DPR itu sendiri merasa seolah tak ada masalah. Bahkan, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di tayangan televisi menyatakan itulah yang betul karena sesuai dengan undang-undang.
Maksud Fahri tentu UU yang mengatur anggota DPR yang terjerat kasus hukum belum bisa dinonaktifkan sebelum berstatus terdakwa. Lebih jauh lagi, belum bisa diberhentikan dari anggota DPR sebelum putusan pengadilan atas dirinya berkekuatan hukum tetap. Jadi, meski ia meringkuk dalam penjara, tetap dibayar negara gajinya sebagai anggota DPR sampai perkaranya inkrah.
Kenapa UU tidak memikirkan marwah dan martabat DPR sebagai representasi 250 juta orang rakyat? Karena, yang menyusun UU para anggota DPR itu sendiri yang orientasi utamanya ternyata keamanan posisi mereka sebagai anggota DPR, sehingga meski dilanda badai hukum pun secara legal formal mereka tetap nyaman. Martabat DPR terbukti bukan urusan mereka.
Di DPR memang ada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang berfungsi menjaga kehormatan DPR. Dan, saat Ketua DPR Setya Novanto yang telah berstatus tersangka ditangkap dan dijebloskan ke dalam tahanan KPK, MKD sudah mengagendakan untuk bersidang membahasnya. Tapi, dengan sepucuk surat sang ketua dari dalam tahanan agar MKD menunda sidang tersebut, MKD pun menaati sang ketua, karena secara legal formal dia masih ketua DPR yang berkuasa.
Demikian malangnya nasib kehormatan DPR dalam praktik legal formal bersandar pada hukum yang terlalu berorientasi kepentingan anggota DPR. Celakanya, para anggota DPR tetap merasa baik-baik saja dengan kondisi kehormatan lembaganya yang terpuruk di mata rakyat itu.
Betapa kecewa rakyat terhadap DPR tampak pada hasil Survei Nasional Poltracking terakhir, yang menemukan kepuasan rakyat terhadap DPR tinggal 34%. Itu rata-rata dari kinerja fungsi pengawasan 36%, fungsi legislasi 35%, dan fungsi penganggaran 32%.
Masih di hasil survei yang sama, bandingkan jebloknya kinerja DPR itu dengan kepercayaan rakyat kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) 76%, kepada Presiden (75%), kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 68%, kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) 63%, dan kepada Kepolisian Negara RI (Polri) 61%.
Diharapkan, DPR bisa membandingkan dirinya dengan lembaga lain di negeri ini, tidak malah puas mengecewakan rakyat. ***

0 komentar: