KEMISKINAN Lampung menjadi fokus dalam peluncuran sustainable development goals (tujuan pembangunan berkelanjutan/TPB) di Swiss-Belhotel, Bandar Lampung, Selasa (31/10/2017). Kepala Bappeda Provinsi Lampung Taufik Hidayat mengingatkan kabupaten untuk giat mengatasi kemiskinan guna meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM).
Dorongan agar pemerintah kabupaten/kota serius menangani kemiskinan sudah dikemukakan Kepala Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung Mas'ud Rifai, Juli lalu. Ia menyatakan tingkat kemiskinan Lampung masih stagnan di angka 13%, disebabkan pola pengentasan kemiskinan cenderung tidak berubah.
"Pendekatannya masih makro atau lewat program pusat, seharusnya ada intervensi pemerintah daerah untuk mengadvokasi orang miskin. Contohnya, kalau ada rumah tangga kurang terlatih, kita latih. Tentu sangat tergantung dengan karakteristik masyarakat dan potensi masing-masing keluarga. Saya pikir kita harus melangkah mikro, kalau makro memang penting, tapi dia menyasar secara umum," ujar Mas'ud (Lampost.co, 20/7/2017).
Advokasi untuk warga miskin itulah yang dilakukan Pemprov Lampung lewat TPB agar pemerintah kabupaten/kota membuat program mikro untuk mengentaskan kemiskinan. Sebab, selama ini pengentasan kemiskinan lebih bergantung pada program pusat seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dengan beras sejahtera (rastra), Kartu Indonesia Sehat (KIS/BPJS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), beasiswa warga miskin (BOS), dan lainnya.
Untuk intervensi program mikro mengentaskan warga miskin, pemkab/pemkot sebenarnya kini lebih mudah, yakni mengandalkan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) kabupaten/kota masing-masing. Hal itu sejalan dengan kewajiban Baznas dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) untuk mengentaskan setiap tahun 1% dari jumlah warga miskin di daerahnya sesuai dengan data BPS. Baznas Pusat berkewajiban 10% dari yang 1% itu, Baznas provinsi dan kabupaten/kota 60%, serta LAZ 30%.
Tentu Baznas kabupaten/kota yang mengoordinasi pelaksanaannya di daerah masing-masing. Pemprov/pemkab/pemkot tinggal memfasilitasi dan menambah "amunisi" Baznas dan LAZ agar berdaya mengentaskan orang miskin minimal mencapai target setiap tahunnya.
Program mikro itu berupa klaster di desa-desa terpilih. Di setiap daerah tingkat II Baznas pusat satu klaster, Baznas provinsi dan kabupaten/kota enam klaster, dan LAZ tiga klaster. Kalau ini direalisasi, pengentasan kemiskinan akan berjalan efektif, tidak cuma retorika lagi. ***
"Pendekatannya masih makro atau lewat program pusat, seharusnya ada intervensi pemerintah daerah untuk mengadvokasi orang miskin. Contohnya, kalau ada rumah tangga kurang terlatih, kita latih. Tentu sangat tergantung dengan karakteristik masyarakat dan potensi masing-masing keluarga. Saya pikir kita harus melangkah mikro, kalau makro memang penting, tapi dia menyasar secara umum," ujar Mas'ud (Lampost.co, 20/7/2017).
Advokasi untuk warga miskin itulah yang dilakukan Pemprov Lampung lewat TPB agar pemerintah kabupaten/kota membuat program mikro untuk mengentaskan kemiskinan. Sebab, selama ini pengentasan kemiskinan lebih bergantung pada program pusat seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dengan beras sejahtera (rastra), Kartu Indonesia Sehat (KIS/BPJS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), beasiswa warga miskin (BOS), dan lainnya.
Untuk intervensi program mikro mengentaskan warga miskin, pemkab/pemkot sebenarnya kini lebih mudah, yakni mengandalkan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) kabupaten/kota masing-masing. Hal itu sejalan dengan kewajiban Baznas dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) untuk mengentaskan setiap tahun 1% dari jumlah warga miskin di daerahnya sesuai dengan data BPS. Baznas Pusat berkewajiban 10% dari yang 1% itu, Baznas provinsi dan kabupaten/kota 60%, serta LAZ 30%.
Tentu Baznas kabupaten/kota yang mengoordinasi pelaksanaannya di daerah masing-masing. Pemprov/pemkab/pemkot tinggal memfasilitasi dan menambah "amunisi" Baznas dan LAZ agar berdaya mengentaskan orang miskin minimal mencapai target setiap tahunnya.
Program mikro itu berupa klaster di desa-desa terpilih. Di setiap daerah tingkat II Baznas pusat satu klaster, Baznas provinsi dan kabupaten/kota enam klaster, dan LAZ tiga klaster. Kalau ini direalisasi, pengentasan kemiskinan akan berjalan efektif, tidak cuma retorika lagi. ***
0 komentar:
Posting Komentar