Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Rupiah Tembus Rp13.600/Dolar!

KURS rupiah pekan lalu melemah hingga tembus Rp13.600/dolar AS. Tepatnya saat pasar ditutup Jumat (27/10/2017) petang pada Rp13.613/dolar. Meski saat pasar dibuka Senin pagi rupiah menguat tipis pada Rp13.575/dolar (detik-finance, 30/10/2017), kondisi rupiah belum terlepas dari tren tekanan eksternal sejak awal Oktober 2017 yang beranjak dari kurs Rp13.300/dolar.
Tekanan terhadap kurs rupiah berawal dari adanya kepastian dari Gubernur Bank Sentral AS Janet Yellen terkait naiknya suku bunga dolar pada akhir tahun. Tekanan itu belum reda, pekan lalu RAPBN AS lolos dengan disetujuinya reformasi pajak yang diajukan Presiden Donald Trump. Kedua langkah itu punya daya tarik yang kuat terhadap dolar untuk pulang kampung.
Di sisi lain, menurut ekonom Bank Permata, Josua Pardede, dolar terus bertambah kuat dengan keputusan European Central Bank (ECB) memperpanjang stimulus hingga September 2018. Di domestik, permintaan dolar cukup tinggi. Apalagi, sejumlah perusahaan multinasional harus membayar dividen interim atau membayar utang dalam dolar (Kompas.com, 30/10/2017).
Masalahnya, sejauh mana depresiasi rupiah terhadap dolar AS ini akan berlangsung. Tak ada kesan khawatir pada kejatuhan rupiah. Bersandar pada fondasi ekonomi yang cukup baik, faktor domestik akan menahan kejatuhan rupiah. "Data domestik cenderung netral positif dan mampu menahan rupiah," ujar Research and Analyst Valbury Asia Lukman Leong.
Pada faktor domestik, pasar masih menunggu hasil perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) atas pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III 2017. Kalau tumbuh lebih tinggi dari kuartal sebelumnya (5,01%), laporan BPS bisa menjadi otot baru bagi penguatan kembali rupiah, melawan goyangan eksternal. Sebaliknya, kalau lebih rendah, bisa menjadi tambahan tekanan terhadap rupiah.
Namun, depresiasi rupiah diyakini bersifat sementara sebagai efek psikologis penguatan dolar oleh rencana kenaikan suku bunga The Fed, yang akan kembali normal justru setelah kenaikan suku bunga The Fed dilakukan. Begitu yang terjadi pada waktu lalu.
Oleh karena itu, depresiasi rupiah ini justru bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan ekspor. Sebab, dengan volume barang yang sama mendapat dolar yang sama, saat hasil ekspor ditarik dalam rupiah nilainya jadi lebih besar dari sebelumnya. Dengan biaya produksi dan operasional usaha relatif tetap dalam rupiah, ada selisih kelebihan kurs yang bisa dimanfaatkan untuk rekreasi karyawan. ***

0 komentar: