Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Catat: Pengangguran Naik di 2017!

BERBAGAI indikator ekonomi Indonesia akhir 2017 tampak positif: cadangan devisa 126 miliar dolar AS, pertumbuhan ekonomi 5,03%, inflasi 3,3%, kemudahan berbisnis naik ke peringkat 72 dari peringkat 109 pada 2016, indeks daya saing peringkat 36 dari 137 negara. Dari semua itu, hanya pengangguran yang negatif, naik dari 7,03 juta orang Agustus 2016 menjadi 7,04 juta orang Agustus 2017.
Karena negatif sendirian, jadi terlihat aneh. Untuk itu, layak disimak apa masalahnya sehingga ia tidak terbawa iklim ekonomi positif yang dicerminkan berbagai indikator tersebut. Salah satu andalan untuk menyerap angkatan kerja baru yang setiap tahun bertambah sekitar 3 juta orang adalah investasi. Tapi, sejauh mana proses investasi sepanjang 2017?
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong lewat advertorial di Kompas.com (7/12/2017) mengeluh ada 43 ribu aturan yang tidak jarang membelit investasi. "Saya secara terbuka mengakui untuk menjalankan suatu usaha di Indonesia itu frustrasinya terlalu banyak," ujar Lembong.
Lebih fatal lagi, setelah judicial review yang diajukan sejumlah elite daerah dimenangkan MK, lembaga-lembaga pusat tak bisa lagi merevisi, apalagi menghapus ribuan aturan daerah yang bertentangan dengan usaha meningkatkan investasi. Akibatnya, adalah pengangguran yang meningkat menjadi satu-satunya catatan negatif pada akhir 2017.
Selain itu, kemajuan teknologi yang melahirkan ekonomi digital membuat dunia semakin efisien dalam penggunaan tenaga kerja. Sri Mulyani pernah berkisah saat rapat kerja di DPR, G-20 pernah sampai setengah hari membahas peningkatan pengangguran di tengah pertumbuhan ekonomi yang membaik.
Teknologi digital membuat ekonomi semakin efisien dan tidak lagi memerlukan banyak tenaga kerja. Jadi, ke depan cukup banyak masalah yang harus dicarikan solusinya untuk menekan angka pengangguran. Salah satunya berharap adanya kesadaran elite daerah.
Dengan telah menjadi sterilnya perda penghambat investasi dari sentuhan kebijakan Pemerintah Pusat, alangkah baiknya kalau elite daerah atas kesadaran sendiri merevisi atau bahkan menghapusnya. Dengan demikian, hambatan banyaknya aturan terhadap proses investasi secara bertahap bisa dikurangi.
Berikutnya, tanpa mengurangi arus investasi teknologi padat modal, investasi dengan teknologi tepat guna yang padat karya perlu didorong dengan pemberian insentif. Solusi itu diperlukan untuk menambah daya serap tenaga kerja. ***

0 komentar: