USAI badai tropis Dahlia, musim hujan pun tiba dengan mendung gelap mencekam sekitar Bandar Lampung. Waspada banjir perlu diingatkan, terutama warga yang rumahnya di kawasan langganan banjir. Bahkan, kali ini harus mewaspadai banjir bandang, karena di kawasan atas kota Bandar Lampung, tepatnya di Taman Hutan Rakyat Wan Abdurrachman, belakangan marak pembalakan liar.
Dapat dibayangkan, penyebab banjir di Bandar Lampung hari ke hari bukan berkurang, tapi justru bertambah. Upaya program kali bersih untuk mengatasi bencana banjir laten sejauh ini belum terdengar melaporkan hasil kerjanya yang menggembirakan. Banyak selokan baru dibuat di pinggir jalan, tapi karena bibirnya dijadikan trotoar banyak yang lebih tinggi dari jalan, akibatnya setiap hujan malah jalannya yang menjadi aliran sungai. Sedang upaya perbaikan mengatasi banjir di lokasi-lokasi pemukiman rawan banjir, belum memperlihatkan hasil yang signifikan.
Artinya, warga kawasan banjir itu sendiri yang harus berinisiatif untuk mengurangi dampak banjir pada rumah dan keluarganya. Untuk itu, tentu tidak pada tempatnya kita mengajari limau berduri. Mereka yang sudah menghadapi datangnya banjir setiap musim hujan, sudah lebih paham dari kita untuk melakukan apa saat bencana musiman itu tiba.
Meski demikian, di zaman now ini tidak lagi pada tempatnya warga kawasan banjir dibiarkan menanggung deritanya sendirian, karena kini telah hadir Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang tugasnya menolong warga yang menjadi korban bencana.
Badan ini diberi anggaran untuk memperkirakan sejauh mana bencana bakal dihadapi dan mempersiapkan bantuan untuk mengatasinya. Bantuan diutamakan pada keselamatan jiwa korban plus harta bendanya.
Sayangnya, fungsi BPBD lebih berorientasi pada penanggulangan akibat bencana. Sedang program mengatasi penyebab bencana, seperti kali bersih, membangun selokan maupun gorong-gorong yang betul, dan sebagainya, di luar kewenangan BPBD. Padahal, sebagai pihak yang menguasai masalah yang jadi akibatnya, hampir pasti akan lebih tepat kalau BPBD yang menangani penyebabnya, sehingga segala bentuk ancaman sudah diantisipasi dan ditangkal secara sistemik.
Namun, perluasan fungsi BPBD menangani penyebab bukan hanya menerima akibatnya saja itu kayaknya belum mungkin di negeri yang melaksanakan segalanya dengan pendekatan proyek. Karena, penanganan proyek lumrah menjadi kewenangan bos. Maka itu, setiap hujan banjir mengancam. ***
Artinya, warga kawasan banjir itu sendiri yang harus berinisiatif untuk mengurangi dampak banjir pada rumah dan keluarganya. Untuk itu, tentu tidak pada tempatnya kita mengajari limau berduri. Mereka yang sudah menghadapi datangnya banjir setiap musim hujan, sudah lebih paham dari kita untuk melakukan apa saat bencana musiman itu tiba.
Meski demikian, di zaman now ini tidak lagi pada tempatnya warga kawasan banjir dibiarkan menanggung deritanya sendirian, karena kini telah hadir Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang tugasnya menolong warga yang menjadi korban bencana.
Badan ini diberi anggaran untuk memperkirakan sejauh mana bencana bakal dihadapi dan mempersiapkan bantuan untuk mengatasinya. Bantuan diutamakan pada keselamatan jiwa korban plus harta bendanya.
Sayangnya, fungsi BPBD lebih berorientasi pada penanggulangan akibat bencana. Sedang program mengatasi penyebab bencana, seperti kali bersih, membangun selokan maupun gorong-gorong yang betul, dan sebagainya, di luar kewenangan BPBD. Padahal, sebagai pihak yang menguasai masalah yang jadi akibatnya, hampir pasti akan lebih tepat kalau BPBD yang menangani penyebabnya, sehingga segala bentuk ancaman sudah diantisipasi dan ditangkal secara sistemik.
Namun, perluasan fungsi BPBD menangani penyebab bukan hanya menerima akibatnya saja itu kayaknya belum mungkin di negeri yang melaksanakan segalanya dengan pendekatan proyek. Karena, penanganan proyek lumrah menjadi kewenangan bos. Maka itu, setiap hujan banjir mengancam. ***
0 komentar:
Posting Komentar