Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Menyambut 2018, Jauhi Politisasi!

TAHUN 2018 siap menyambut kita untuk menapakinya dalam segala bentuk politisasi yang meronai sebagai tahun politik dengan pemilihan umum kepala daerah (pilkada) serentak pada 27 Juni. Lampung mendapat bagian pilkada yang melibatkan semua daerah dengan pemilihan gubernur (pilgub), selain memilih dua bupati, Lampung Utara dan Tanggamus.
Politisasi itu tidak ada masalah pun dibuat jadi masalah. Atau, masalah kecil dibesar-besarkan dan dibuat jadi serba runyam, bisa membuat orang gelap mata melakukan hal-hal yang tak diinginkan, dan merebak jadi konflik horizontal. Hal itu terjadi karena bumbu khas politisasi adalah fitnah dan hoaks yang disebarkan baik lewat media sosial maupun mulut ke mulut.
Dengan kecenderungan sedemikian, politisasi bisa diatasi lewat kerja keras pasukan cyber army dari kepolisian yang memelototi dan menyaring aliran informasi di media sosial. Sekalian menjerat para pelakunya.
Namun, informasi dari mulut ke mulut, apalagi disebar lewat demonstrasi massa (bayaran) dengan membawa poster berisi tuduhan (fitnah dan hoaks), perlu cara tersendiri lagi untuk mengatasinya. Tapi, model ini lebih rumit, karena politisasinya kadang berangkai dengan lembaga formal, bahkan bergerak seolah membela pihak yang sebenarnya sasaran politisasinya.
Semua itu jelas merepotkan aparat penegak hukum di tahun politik. Tapi, dari semua itu yang paling berbahaya adalah politisasi agama, yang bisa menyulut konflik besar dan luas. Padahal, apakah suatu kasus sudah masuk kriteria politisasi agama, polisi juga masih harus menanya saksi ahli.
Karena berbahaya dan buruknya akibat politisasi agama, Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan mengatakan sikap dan perilaku orang-orang yang melakukan politisasi agama untuk kepentingan tertentu adalah haram.
Menurut Amirsyah, jika agama disalahgunakan dan dijadikan alat untuk memolitisasi suatu kepentingan tertentu, hal tersebut merupakan perbuatan sesat. "Menyesatkan lebih tinggi dari haram, sesat itu kalau agama dipolitisasi," tegas Amirsyah (Tempo.co, 26/12/2017).
Hal senada dikemukakan ulama ahli fikih, Kiai Haji Afifuddin Muhajir. "Politisasi agama itu hukumnya haram," ujar mantan Katib Syuriah PB NU ini saat bedah buku karyanya Fikih Tata Negara (Antara, 25/12/2017).
Pokoknya politisasi, apalagi agama, harus dijauhi. Akibatnya, buruk bagi masyarakat, pelakunya dapat dosa haram pula. Selamat datang tahun politik 2018! ***

1 komentar:

21 Februari 2018 pukul 22.50 Unknown mengatakan...

Assalamualaikum siapa tau bisa membantu anda. Dan aku mau cerita kisah nyata dalam kesuksesan aku selama ini. Aku dulu anak petani 3 bersaudara aku anak ke 3, 3tahun lalu orang tuaku pusing karna banyak hutangnya gara-gara aku di sekolahkan sampai lulus kuliah, tapi aku diam2 mencari cara supaya semua hutang orang tuaku bisa terlunasi. Waktu itu aku buka-buka facebook aku dapat website https://pesugihanputihislamia.blogspot.com. aku buka di google. Alhamdulillah sekarang orang tuaku tidak punya beban lagi sama orang. Awalnya memang takut hubungi nomer beliau karna kata orang larangan agama. Setelah dengar arahan mbah suroto ternyata bukan juga jalan sesat. Tergantung keyakinan dan kepercayaan saja. Banyak pilihan di berikan yaitu Dana Hibah, penglaris usaha dagan, dana ghaib, anka ghaib togel, jampi pelet, dll tergantung dari keyakinan kita juga dan tidak ada namanya tumbal. Mungkin ada teman mau hubungi langsung beliau ini nomer WhatsApp nya 0822 9127 7145 terima kasih..