Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Meneguhkan Budaya Harmoni (1)

BUDAYA harmoni sering digambarkan dinamis seperti mesin arloji atau jam dengan roda-roda gerigi berbagai ukuran saling terkait dan masing-masing berputar sesuai kapasitas dan fungsinya. Ada roda memutar jarum detik, menit, jam, tanggal, dan hari, keseluruhannya bergerak terintegrasi secara harmonis.
Dalam kehidupan masyarakat, budaya harmoni merupakan sebuah kondisi ketika semua elemennya yang terdiri dari kelompok sosial, ras, etnis, agama, maupun golongan politik bergerak secara bersamaan memenuhi fungsi sesuai kapasitas dan mencapai tujuan masing-masing. Dengan demikian, budaya harmoni bukanlah budaya yang statis atau stagnan, melainkan justru sebuah budaya dinamis yang hubungan dan keterkaitan antarelemen di dalamnya bergerak saling mendukung untuk menjalankan fungsi guna mencapai tujuan masing-masing dan tujuan bersama secara saksama.
Dengan budaya harmoni yang sedemikian, Perhimpunan Anak Transmigrasi Republik Indonesia (PATRI) yang datang dari seantero Tanah Air ke suatu daerah tertentu, harus bisa menempatkan diri sebagai elemen dari budaya lokal tempat bumi dipijak di mana langit harus dijunjung.
Artinya, tidak pada tempatnya memaksakan determinasi budaya yang mereka bawa dari kampung asalnya di daerah tempatnya bertransmigrasi. Tanpa kecuali ketika warga transmigran menjadi mayoritas di suatu daerah, PATRI harus tetap menjaga harmoni dengan menghormati budaya tuan rumah sebagai determinan dalam mengakomodasi kehadiran para tamu menjadi bagian dari sistem budaya dominan yang ada.
Ketika warga transmigran menjadi mayoritas di suatu daerah, lebih tepat memosisikan diri sebagai pemomong (nursering) budaya harmoni, justru demi meneguhkan budaya harmoni dengan determinasi budaya lokal tersebut. Memomong di sini dalam arti menjaga budaya harmoni yang ada tetap bergerak dinamis, sehingga peneguhan yang dilakukan oleh PATRI menjadi piranti kinetis, power penggerak arloji otomatis.
Sesuai pengalaman 112 tahun transmigrasi di Lampung, posisi sebagai pengemong harmoni budaya dengan determinasi budaya lokal itulah yang paling cocok bagi meneguhkan budaya harmoni, sehingga sepanjang sejarah transmigrasi di Lampung tidak menonjol terjadinya konflik budaya dalam kebersamaan hidup transmigran dengan warga lokal.
Di sisi lain harus diakui, kemampuan budaya Lampung sebagai local genius sejauh ini terbukti telah mampu mengakomodasi bagi tercipta dan terpeliharanya budaya harmoni masyarakat Lampung yang dinamis. ***

0 komentar: