Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Bantu Petani, Naikkan HPP Gabah!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Selasa 06-08-19
Bantu Petani, Naikkan HPP Gabah!
H. Bambang Eka Wijaya

KALAU pendapatan buruh setiap tahun naik sesuai pertumbuhan ekonomi tambah inflasi, sekitar 8%, petani beda. Pendapatan petani setagnan pada HPP Gabah dan Beras sesuai Inpres Nomor 5/2015 yang sampai Agustus 2019 ini belum berubah, yakni per kg gabah kering panen (GKP) Rp3.700, gabah kering giling (GKG) Rp4.600, dan beras Rp7.300.
Jadi, kalau selama empat tahun ini pendapatan buruh sudah naik sekitar 32%, petani segitu terus. Akhir Mei 2019, seluruh pemangku kepentingan di industri beras melakukan FGD di Hotel Aryaduta untuk memperbaiki HPP gabah dan beras. Tapi hingga kini hasilnya belum dirilis.
Di zaman Orde Baru dahulu, HPP gabah dan beras nyaris setiap tahun ditinjau dan HPP baru berlaku setiap 1 Februari. Tapi di Orde ini empat tahun HPP belum ditinjau. Bukan berarti Orde ini lebih buruk dari Orde Baru, tapi yang pasti lebih lamban menyesuaikan HPP gabah.
Dengan lamanya HPP gabah tak disesuaikan, bukan hanya petani yang menderita tertinggal kereta harga kebutuhan yang tak henti melata. Bulog juga repot dalam penyerapan gabah petani berpatokan HPP.
Sebab, harga pasar gabah juga nyatanya ikut melata. Pada akhir April 2019, BPS mencatat pembelian oleh pedagang ke petani untuk GKP rata-rata Rp5.114/kg. Bayangkan betapa "ngoyo" Bulog mencari GKP berharga Rp3.700/kg.
Mungkin dapat juga, untuk sebagian yang kualitasnya dihindari tengkulak, atau petani yang terdesak kebutuhan tapi kelamaaan menunggu tengkulak datang karena orang Bulog nongkrong di tempatnya. Untung saja beras sejahtera (Rastra) dialihkan ke bantuan pangan nontunai (BPNT) sehingga penerima bantuan kini bebas memilih beras yang disenangihya, tak terpaksa harus menerima beras Bulog apa pun kualitasnya. Sehingga, penyerapan Bulog berkurang sekalipun tak menjadi masalah serius.
Jadi, nasib petani masih sedikit tertolong oleh mekanisme harga di "pasar petak umpet", saat orang Bulog berada di Barat tengkulak membeli beras petani di Timur, dan seterusnya. Begitu prosesnya sehingga petani bisa mendapatkan harga lebih baik dari HPP, dengan disparitas harga Rp5.114 - Rp3.700 = Rp1.414, atau sekitar 38%.
Ternyata, tak jauh beda dengan persentase kenaikan upah buruh selama 4 tahun. Karena itu, alangkah baiknya kenaikan HPP gabah dan beras dilakukan setiap tahun setara kenaikan tahunan upah buruh.
Harga beras ditekan untuk meringankan buruh di sektor industri. Dengan kenaikan setara itu jadi impas, buruh tak terbebani kenaikan harga beras. ***

0 komentar: