Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Lirik 'Suket Teki' buat Wakil Rakyat!

Artikel Halaman 8, Lampoung Post Rabu 28-08-19
Lirik 'Suket Teki' buat Wakil Rakyat!
H. Bambang Eka Wijaya

TAK disangka, di antara lagu Didi Kempot yang mengekspresikan rasa kecewa pada pujaan hati, salah satu liriknya bisa ditujukan buat wakil rakyat, terutama yang baru selesai masa pengabdiannya lima tahunan, juga kena sebagai peringatan buat mereka yang baru dilantik. Yang dimaksud, lirik lagu 'Suket Teki'.
Aku tak sing ngalah/trimo mundur timbang loro ati (Biar aku yang mengalah/lebih baik mundur daripada sakit hati)
Tak uyakko/wong kuwe wis lali ora bakal bali (Kukejar pun/orang kau sudah lupa tak akan kembali)
Paribasan awak urip kari balung lilo tak lakoni (Peribahasanya aku hidup tinggal tulang pun kujalani)
Jebule janjimu/jebule sumpahmu rabiso digugu (Ternyata janjimu/ternyata sumpahmu tak bisa dipercaya)
Wong salah ora gelem ngaku salah/suwe-suwe sopo wonge sing betah (Orang sudah salah tak mau mengaku salah/lama-lama siapa orangnya yang betah)
Meripatku wis ngerti saknyatanye (Mataku sudah paham kenyataannya)
Kuwe selak golek menangmu dewe (Engkau tergesa mencari menangmu sendiri)
Tak tandor pari jebul tukule malah suket teki. (Kutanam padi ternyata tumbuhnya malah rumput teki)
Ingatlah, berkat pengaruh apa pun itu, seseorang memilih wakilnya untuk duduk di lembaga legislatif (juga eksekutif) selayak orang menjatuhkan pilihan terhadap seorang kekasih, yang berharap saling mengasihi, bahkan memenuhi harapannya.
Tapi apakah sejauh ini, para wakil rakyat (juga eksekutif yang dipilih rakyat), sudah menyikapi hubungan dengan konstituen pemilihnya sebagai kekasih yang harus dijaga perasaannya agar tak tersinggung, diupayakan memenuhi harapannya? Bahkan semua itu dilakukan dengan rasa kasih yang tulus, bukan sekadar formalitas atau basa-basi.
Tapi, aktualisasi perilaku mereka hanya berorientasi pada kepentingan pribadi maupun partainya semata? Lebih jauh lagi, hanya demi kekuasaan yang ia raih, demi gagah-gagahan tongkrongan belaka?
Atau lebih buruk lagi, memandang konstituen sekadar angka yang jumlahnya menentukan buat meraih dan mempertahankan kekuasaan. Dan itu, dirangkai dengan angka biaya kampanye per konstituen, sehingga hal terpenting selama mengelola kekuasaan adalah mencari dana sebanyak mungkin tanpa kecuali lewat korupsi, gratifikasi, atau suap. Akibatnya, anggota legislatif dan eksekutif pilihan rakyat menjadi penghuni dominan sel bui KPK.
Akhirnya, bagaimana para pilihan rakyat itu memaknai secara benar hubungannya dengan konstituen, sang kekasih, akan menentukan nilai pengabdiannya. ***

0 komentar: