Artikel Halaman 8, Lampung Post Minggu 18-08-19
Curah Hujan di Jawa
Tiap Tahun Turun 3%!
H. Bambang Eka Wijaya
PULAU Jawa "kehabisan air" hingga tak cukup buat makan dan minum pada 2040. Soalnya, kata peneliti senior geoteknologi LIPI Rachmat Fajar Lubis, di Jawa air selalu dipersepsikan sebagai sumber daya terbarukan karena ada musim hujan setiap tahun. Nyatanya, menurut peneliti geoteknologi lainnya, Heru Santoso, curah hujan di Jawa setiap tahun turun 3%.
Menurut Rachmat, ancaman krisis air di Jawa bisa kian nyata karena perubahan iklim yang diperparah oleh faktor antropogenik: pengambilan air secara besar-besaran untuk rumah tangga, industri dan alih fungsi lahan.
"Kalau pemerintah dan masyarakat tidak melakukan apa-apa, kita harus sangat khawatir. Kebutuhan air terus naik, tapi air makin berkurang dan tercemar," ujar Rachmat dikutip BBC News Indonesia (5/8/2019).
Pemerintah mengklaim proyek bendungan, revitalisasi waduk dan danau yang terus berjalan bisa mencegah krisis air. Namun akademisi menilai, upaya itu belum cukup menangkal bencana yang bakal datang.
Menurut Heru Santoso, perubahan iklim dengan evaporasi atau penguapan air menjadi tinggi menyebabkan defisit air. Di sisi lain, alih fungsi lahan dari area resapan jadi pemukiman dan daerah industri, juga mengancam sumber air di Jawa.
"Jawa masih menjadi daerah industri andalan, bahkan ada rencana pembangunan area pantura dan proyek infrastruktur yang masif, ini tantangan berat," ujar Heru. "Upaya menjaga lahan serba salah karena kebutuhan lahan yang tinggi," tambahnya.
Penelitian Walhi menemukan kawasan tambang di Jawa Timur selama 2012-2016 meningkat dari 80 ribu hektare menjadi 151 ribu hektare. Mayoritas tambang baru itu di kawasan hutan. Alih fungsi lahan di Kota Batu selama 2001-2015 membabat setengah sumber air yang ada di wilayah tersebut.
Agar Jawa tak benar-benar kehabisan air bersih tahun 2040, Bappenas mewacanakan pemindahan Ibu Kota keluar Jawa. "Karena Jawa yang mengalami krisis air, beban Jawa harus dikurangi walau kita tidak bisa lagi menahan laju pertumbuhan penduduk dan ekonomi," kata Kepala Bappenas Bambang Brojonegoro.
Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Hari Suprayogi ngotot, "Kalau bangun banyak penampungan, orang di Jawa pasti masih bisa minum di musim kemarau."
Namun Rachmat menyatakan, ancaman krisis air tak akan berlalu dengan pembangunan penampungan air semata. Lebih vital, teknologi massal penjernih air yang murah dan mudah untuk bisa memanfaatkan air laut, air sungai, air gambut atau sisa pertambangan. ***
i
0 komentar:
Posting Komentar