Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

LIPI, 72,3 Persen Pilih Pemilu Langsung!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Sabtu 31-08-2019
LIPI, 72,3% Pilih Pemilu Langsung!
H. Bambang Eka Wijaya

MENGIRINGI wacana amendemen UUD 1945, survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menghasilkan 72,3% warga tidak setuju penghapusan pemilihan langsung presiden dan kepala daerah.
Artinya, 72,3% warga menginginkan pemilihan presiden dan kepala daerah tetap dilakukan secara langsung. Atau, mayoritas rakyat menolak pemilihan presiden oleh MPR dan pemilihan kepala daerah oleh DPRD.
Peneliti LIPI Wawan Ichwanuddin dikutip detikNews (28/8/2019) mengatakan dalam survei ini, responden diminta memilih setuju atau tidak setuju dengan pernyataan yang diajukan oleh LIPI. Pernyataan dimaksud yakni, "Sebaiknya presiden dan kepala daerah tidak dipilih langsung oleh rakyat karena menimbulkan perpecahan dalam masyarakat".
Jawaban yang dihasilkan, 19,1% menyatakan setuju, 72,3% menyatakan tidak setuju, dan 9,6% menyatakan tidak menjawab," kata Wawan dalam pemaparan hasil survei di kantor LIPI, Jakarta. (28/8/2019)
"Mayoritas responden menolak gagasan untuk menghapus pemilihan presiden dan kepala daerah secara kangsung karena menimbulkan perpecahan," ujar Wawan memperjelas.
Peneliti senior LIPI Syamsuddin Haris menyebut hasil survei itu menunjukkan masyarakat tetap ingin pemilihan presiden dan kepala daerah dilakukan secara langsung. Sebab, menurutnya, pemilihan secara langsung dianggap masih menjadi sistem terbaik memilih kepala negara atau kepala daerah.
"Sebab belakangan ini muncul wacana dari politisi, partai polotik yang menggagas pemilu kita dilakukan oleh MPR. Ini tentu bertentangan dengan semangat reformasi dan bertentangan dengan apa yang dalam survei publik yang dilakukan ini. Sehingga penting, pemilihan presiden dan pilkada secara langsung masih diyakini sebagai pilihan terbaik dibandingkan pemilu yang tidak langsung," jelas Syamsuddin Haris.
Wacana yang berkembang, para politisi dan partai politik menggagas sidang MPR untuk mengamendemen UUD 1945 secara terbatas. Maksud terbatas itu, yakni hanya menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang disusun oleh MPR. Selama ini fungsi GBHN telah diganti dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang disusun presiden hasil pemilu langsung oleh rakyat.
Untuk sementara ini mungkin para penggagas amendemen belum menyadari, kalau presiden menjalankan GBHN buatan MPR berarti presiden mandataris MPR. Kalau presiden mandataris MPR artinya presiden harus dipilih MPR. Ini yang tegas ditolak mayoritas rakyat dalam survei LIPI. ***

0 komentar: