Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

'Republik Dalang' Versus Realitas!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Senin 05-08-19
'Republik Dalang' Versus Realitas!
H. Bambang Eka Wijaya
KI Dalang wayang kulit setiap membuka cerita menggambarkan negeri yang makmur dengan murah sandang, pangan, dan papan. Konsep dalang ini diadopsi para politisi saat kampanye untuk mewujudkan Republik murah sandang, pangan dan papan.
Bisa dibayangkan, agar sandang murah maka gaji buruh pabrik tekstil dibayar serendah mungkin. Lokasi pabriknya juga dicari di daerah yang upah minimum kabupaten (UMK)-nya terendah.
Sedangkan untuk murah pangan, maka harga produksi pangan ditekan dan dikendalikan pada level terendah. Akibatnya, para petani tanaman pangan tak mendapatkan harga hasil panennya sesuai nilai riilnya, tapi pada harga yang dipatok pada level terendah. Lebih jauh lagi, karena harga produknya dipatok terendah, maka buruh tani pun yang banting tulang di sawah mendapatkan gaji terendah pula, dibanding jenis pekerjaan lain.
Kemudian papan (rumah) yang murah, dengan harga bahan bangunan yang mahal untuk bisa mewujudkan rumah murah maka gaji kuli bangunan yang jadi korban ditekan habis. Tanpa kecuali, kuli bangunan itu tergolong pekerjaan 'spesialis' sehingga di Jepang gaji per jamnya tinggi.
Demikian salah satu gambaran kondisi 'Republik Dalang', di mana kehidupan masyarakatnya terutama buruh pabrik, buruh tani, dan kuli bangunan itu digaji sangat rendah, hanya mampu membeli makanan murah atau kalau jajan sekelas warteg, dan tinggal di rumah murah sekelas RSSS. Padahal, sandang, pangan dan papan murah itu dalam 'Republik Dalang' justru sebagai gambaran negeri yang makmur.
Di sisi lain realitasnya, di negeri makmur itu orang membeli sandang (pakaian serta asesorisnya) memilih branded (bermerek) terkenal yang harganya jelas mahal. Masyarakat makmur itu risih memakai pakaian murahan nonbranded, apalagi yang dibeli di Pasar Tempel.
Dalam hal pangan juga, masyarakat negeri makmur itu bukan hanya memilih makanan yang bukan jenis murahan, bahkan memilih restoran juga berebut pesan di tempat terbaik, yang tarif menunya serba mahal. Dengan kemampuan masyarakatnya memilih makanan terbaik itulah, Singapura yang tak punya sawah sepetak pun menjadi negara Terbaik I Dunia untuk Ketahanan Pangan.
Juga untuk papan, pilihan terbaik itu yang harganya mahal baik itu apartemen di gedung yang menjulang ke langit, maupun rumah tapak yang bangunan dan tanahnya cukup luas, 10 kali lebih luas dari RSSS.
Demikianlah kontroversi gambaran makmur 'Republik Dalang' yang dikampanyekan para politisi versus realitas zaman now! ***




0 komentar: