Artikel Halaman 8, Lampung Post Senin 19-08-19
RI-Malaysia Lawan Diskriminasi UE!
H. Bambang Eka Wijaya
RI dan Malaysia bersepakat melawan diskriminasi yang dilakukan Uni Eropa (UE) terhadap produk minyak kelapa sawit. Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad menyepakati langkah perjuangan bersama kedua negara melawan diskriminasi UE itu dalam kunjungan Jokowi ke Kuala Lumpur Sabtu (10/8/2019).
Indonesia dan Malaysia merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia. Diskriminasi terhadap minyak sawit dilakukan UE dengan alasan pembukaan lahan kelapa sawit mengurangi luas hutan tropis yang merupakan paru-paru dunia.
Padahal di balik itu alasan sebenarnya adalah melindungi produsen minyak kacang-kacangan negeri subtropis, yang penggunaan lahannya justru tiga kali lebih luas untuk menghasilkan sejumlah minyak yang sama. AS saja misalnya menggunakan lahan 30 juta hektare untuk tanaman kedelai, lebih dua kali lipat dari lahan sawit Indonesia.
"Kedua pemimpin memiliki komitmen yang tinggi untuk meneruskan perlawanan terhadap diskriminasi sawit," ujar Menlu Retno Marsudi mengenai kesepakatan Jokowi-Mahathir deperrpti dikutip Antara (10/8).
Menurut Retno, RI dan Malaysia memiliki komitmen tinggi dalam isu pengolahan dan pengelolaan sawit yang berkelanjutan. RI juga telah memiliki sertifikasi sawit dan data-data ilmiah yang bisa dipakai untuk perbandingan.
ASEAN dan UE sepakat membentuk working group (WG) on palm oil. RI menilai persamaan persepsi mengenai kerangka kerja WG penting untuk dilakukan. Tanpa persamaan persepsi dikhawatirkan WG tidak akan membuahkan hasil yang diharapkan.
Di balik wacana diskriminasi produk sawit, ekspor CPO dan turunannya ke UE Semester I 2019 ternyata mampu bertahan bahkan naik tipis 0,7%, yaitu menjadi 2,41 juta ton dibanding priode sama 2018 sebesar 2,39 juta ton. (InfoSawit, 11/8/2019)
Ekspor sawit dan turunannya Semester I 2019 secara keseluruhan naik 7,6%, atau dari 14,6 juta ton pada Januari-Juni 2018 menjadi 15,24 juta ton pada priode sama 2019. Kenaikan tajam eskpor priode tersebut terjadi ke Tiongkok, sebagai kompensasi pengurangan impor kedelai dari AS akibat perang dagang. Yakni, naik 39% dari 1,82 juta ton pada priode sama 2018 menjadi 2,54 juta ton pada Semester I 2019.
Sebaliknya, ekspor CPO ke AS turun 12%. Juga ke negara-negara yang terdampak perang dagang, India turun 17%, Pakistan 10%, dan Bangladesh 19%.
Sementara itu harga CPO pengiriman Oktober di Bursa Malaysia Derivatives Exchange pekan lalu menguat 0,46% ke level MYR2.189/ton. ***
0 komentar:
Posting Komentar