Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Stop Intervensi Pemajakan Pertanian!


Artikel Halaman 8, Lampung Pos, Kamis 01-08-19
Stop Intervensi Pemajakan Pertanian!
H. Bambang Eka Wijaya
UNTUK mewujudkan janji Jokowi tahun 2014, mencapai pertumbuhan ekonomi 7%, Guru Besar IPB Dwi Andreas Santosa menyarankan dihentikannya pemajakan sektor pertanian melalui upaya intervensi untuk menekan harga produk pertanian.
Intervensi harga produk pertanian, baik secara langsung maupun tak langsung, telah menyebabkan transfer pendapatan keluar dari pertanian dalam jumlah sangat besar, rata-rata 46% dari PDB pertanian pada priode 1960-1984 di 18 negara berkembang yang dikaji (Schiff dan Valdes, 1992). Kajian ini kian relevan dengan situasi terkini jika melihat praktik kebijakan pertanian di negara berkembang dan khususnya di Indonesia, tulis Santosa dalam kolomnya "Menuju Indonesia 7.0" (Kompas, 29/7/2019)
Jika ingin pertumbuhan pertanian lebih cepat, pertumbuhan ekonomi lebih cepat, ia sarankan "pengenaan pajak terhadap pertanian relatif terhadap sektor lainnya harus dihentikan. Intervensi baik langsung maupun tidak langsung dengan tujuan menekan harga produk pertanian juga harus dihilangkan".
Pertumbuhan PDB negara-negara yang paling rendah intervensinya atau justru memproteksi pertaniannya dua kali lebih besar (6,5%) dibandingkan yang memajaki sektor pertanian dengan ekstrem (3,3%). Menghilangkan intervensi serta pemajakan komoditas pertanian berpotensi meningkatkan pertumbuhan PDB tahunan 1,1%. (Schiff dan Valdes, 1992).
Sebaliknya intervensi dan pemajakan itu menyebabkan laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian Indonesia selalu jauh di bawah laju pertumbuhan ekonomi, yaitu 3,37% dibandingkan 5,03% (2016), 3,87% dibandingkan,5,07% (2017), dan 3,91% dibandingkan 5,17% (2018). (BPS, Juni 2019)
Sumbangan sektor pertanian terhadap PDB terus mengalami penurunan dari 15,60% di tahun 2000 menjadi 13,58% (2009) dan 12,81% (2018). Tetapi di sisi lain, sektor pertanian tetap sebagai penyedia lapangan pekerjaan terbesar di Indonesia, yaitu 38,11% dari total 129,36 juta tenaga kerja per Februari 2019.
Untuk melihat nilai nyata yang ditransfer dari sektor pertanian lewat intervensi menekan harga produk pertanian, bandingkan dengan negara yang tak mengintervensi. Di Jepang harga beras kini 435,53 yen atau Rp55 ribu/kg (diksapedia, 27/12/2018), di Indonesia Rp10.500/kg. Nilai nyata yang ditransfer keluar dari pertanian Rp44.500/kg, atau Rp44.500.000/ton.
Kalikan setahun untuk hasil panen 45 juta ton setara beras pada 2018. Andaikan nilai yang ditransfer itu dinikmati petani. ***

0 komentar: