Artikel Halaman 8, Lampung Post Kamis 19-12-2019
Giliran Parpol Tolak Pilkada DPRD!
H. Bambang Eka Wijaya
POLITIK di negeri ini angin-anginan. Cepat berubah arah. Sejenak sempat ramai untuk mengubah sistem pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) dari pemilihan langsung oleh rakyat menjadi tidak langsung, dipilih oleh DPRD. Kini angin berbalik arah, giliran partai politik (Parpol) menolak Pilkada oleh DPRD.
Terakhir Partai Persatuan Pembangunan (PPP) seusai Mukernas di Jakarta, Wakil Sekjen, Achmad Baidowi Minggu (Kompas.com, 15/12) mengatakan pihaknya tidak ingin memutar mundur 'jam sejarah' dengan mendukung Pilkada tidak langsung.
Penolakan terhadap Pilkada tidak langsung ini sejak awal ditegaskan oleh PDIP melalui Pramono Anung (CNN-Indonesia, 8/9), dan PKS langsung oleh Presidennya, Sohibul Iman. (detiknews, 18/11) Kemudian Partai Demokrat yang konsisten menolak Pilkada oleh DPRD, seperti disampaikan dalam keterangan tertulis Sekjennya, Hinca Panjaitan. (Tirto.id, 3/12)
Partai Nasdem, melalui Saan Mustafa lebih dahulu menolak Pilkada kembali dipilih DPRD. (Tirto.id, 8/11). Pada hari yang sama, Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari PKB, Yaqut Cholil Qoumas, mengatakan menolak Pilkada lewat DPRD. Dengan nada sama juga disampaikan oleh Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily (Tempo.co, 8/11).
Tampak, dari semua Parpol yang ada di DPR, tinggal Partai Gerindra dan PAN yang belum ditemukan rekaman pernyataannya di media massa, konvensional maupun medsos bahwa partainya menolak Pilkada oleh DPRD. Namun, semua itu bisa memberi gambaran, kalaupun ada pihak-pihak yang masih ngotot untuk mengubah sistem pilkada menjadi Pilkada tidak langsung dipilih oleh DPRD, pembahasan UU-nya di DPR tidak mudah meloloskan rancangan tersebut.
Pandangan kalangan Parpol yang menolak Pilkada oleh DPRD itu umumnya senada seperti yang dikatakan Baidowi, setuju pelaksanaan Pilkada harus dievaluasi. Namun, evaluasi tidak serta merta mengubah mekanisme pilkada dari langsung menjadi tidak langsung.
Evaluasi yang harus dilakukan adalah agar biaya politik bisa ditekan. Misalnya, dengan memangkas masa kampanye dari enam bulan menjadi tiga bulan.
Kemudian, memaksimalkan penegakan hukum terhadap praktik politik uang. Penguatan posisi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengawasi praktik politik uang di TPS dan lainnya. Artimya beban dari calon dikurangi agar tidak mencari uang pengembalian yang dia keluarkan selama pencalonan dan kampanye.
Kata kuncinya dari Presiden PKS, "Kami masih berpendapat bahwa pemilihan langsung itu masih lebih baik." ***
0 komentar:
Posting Komentar