Artikel Halaman 8, Lampung Post Rabu 04-12-2019
Terlalu, Majelis Taklim Wajib Daftar!
H. Bambang Eka Wijaya
TERLALU berlebihan, itu reaksi Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily terhadap Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29 Tahun 2019 yang mewajibkan Majelis Taklim mendaftar ke Kementerian Agama. Majelis taklim itu forum silaturahmi umat Islam, tegasnya.
"Terbitnya Permenag Nomor 29 tentang Majelis Taklim dalam pandangan saya terlalu berlebihan, mengatur hal yang sebenarnya bukan ranah negara. Majelis Taklim itu bukan institusi pendidikan formal, informal dan nonformal yang memerlukan pengaturan negara," tegas Ace Hasan. (detiknews, 29/11)
Pemerintah tak semestinya mengatur secara detil keberadaan majelis taklim. "Majelis taklim secara kelembagaan merupakan pranata sosial keagamaan yang lahir dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Tidak perlu ada pengaturan teknis dari pemerintah. Ini merupakan ranah civil society Islam yang seharusnya diatur oleh masyarakat sendiri," tegas Ace.
Secara kelembagaan, majelis taklim itu bukan seperti lembaga pendidikan formal yang sifatnya tetap tapi lebih dimaknai sebagai forum pengajian dan silaturahmi warga muslim untuk mendalami keislaman yang kerap kali temporer," imbuhnya.
PMA tentang Majelis Taklim terdiri dari enam Bab dengan 22 pasal. Regulasi ini mengatur tugas dan tujuan majelis taklim, pendaftaran, penyelenggaraan yang mencakup pengurus, ustaz, jemaah, tempat, dan materi ajar.
Regulasi ini juga mengatur masalah pembinaan dan pendanaan. Pasal 20 mengatur, pendanaan penyelenggaraan majelis taklim dapat bersumber dari pemerintah, pemetintah daerah, serta sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai ketentuan perundang-undangan.
Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan aturan itu dibuat untuk memudahkan Kemenag dalam nemberikan bantuan. "Supaya kita bisa kasih bantuan ke majelis taklim. Kalau tidak ada dasarnya nanti kita tidak bisa kasih bantuan," ujarnya.
Belakangan ini terkesan ada upaya meregulasi ranah privat warga dan keumatan. Mulai sertifikasi layak nikah, sebelumnya cukup bimbingan praniikah. Lalu regulasi sertifikasi dai, dan kini regulasi majelis taklim.
Semua itu jelas bertentangan dengan tekad Presiden Jokowi untuk melakukan deregulasi dan debirokratisasi sebagai prioritas kerja Kabinet Indonesia Maju. Karena itu, demi mendukung program prioritas Presiden Jokowi, rakyat bisa saja memilih deregulasi dan debirokratisasi. Itu karena presiden saat pelantikan menteri menegaskan, tak ada visi menteri, yang ada hanya visi presiden! ***
0 komentar:
Posting Komentar